- REUTERS / Darren Whiteside
VIVA.co.id – Yuli Hari Utomo tengah bertugas malam di kantor Imigrasi Depok saat mendengar informasi ledakan di Kampung Melayu, Jakarta Timur, Rabu 24 Mei 2017 malam. Saat itu, ia langsung teringat putranya yang seorang polisi, Yogi Aryo, yang tengah bertugas mengamankan suaru kirab di sekitar Kampung Melayu.
Tak lama setelah ledakan, telepon dari nomor Yogi masuk ke ponselnya. Namun saat itu hanya terdengar suara rintihan. Kemudian terdengar suara seorang yang mengaku sebagai rekan Yogi.
"Bapaknya Yogi ya? Segera ke RS Premier Kampung Melayu, segera Pak karena Yogi kecelakaan," kata Yuli menirukan suara itu.
Mendengar kabar itu, Yuli merasa putranya tidak mengalami kecelakaan, melainkan ada hubungannya dengan ledakan itu. Yuli pun langsung bergegas menuju RS Premier.
"Langsung saya loncat naik taksi, ternyata di Tebet sudah enggak bisa, akhirnya ganti ojek. Ganti ojek enggak bisa, akhirnya saya minta polisi antar ke sini," ujar Yuli.
Yuli merasa heran dengan aksi teroris yang menyerang korban orang-orang tidak berdosa. Termasuk putranya yang katanya masih baru di kepolisian dan masih polos.
"Korbannya orang-orang umum yang tidak berdosa. Contoh anak saya, itu masih polos walau umurnya sudah 22 tahun. Masih kecil, saya anggap masih kecil karena walau jadi polisi beli jajanannya sama kayak adiknya yang SD, permen gulali, masih polos," kata Yuli.
Diketahui, Rumah Sakit Premier Jatinegara masih menangani empat korban bom Kampung Melayu. Empat korban mengalami luka bervariasi.
Kepala Humas RS Premier, Sukendar mengungkapkan korban Yogi Aryo dari kepolisian mendapat luka yang cukup parah. Yakni mengalami luka di wajah, tangan, kaki dan luka-luka lain di wajah. (ren)