Komisi Hukum MUI Sebut Ada Politisasi di Tuntutan Ahok

Ilustrasi sidang Ahok
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

VIVA.co.id – Tuntutan terhadap terdakwa penistaan agama, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang hanya percobaan, dinilai mencederai hukum di Indonesia. Menurut Majelis Ulama Indonesia, ada peran jaksa agung yang mempolitisasi persoalan ini.

Marak Kasus Penistaan Agama di Pakistan, Perempuan Muda Divonis Mati

"Jaksa agung melakukan politik partisan atau politik pilkada," kata Wakil Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ikhsan Abdullah, dalam diskusi di Warung Daun Cikini, Jakarta, Sabtu 29 April 2017.

Ikhsan menjelaskan, jaksa adalah pilar, tugasnya adalah melakukan tuntutan hukum. Tapi menurutnya, dengan hanya tuntutan satu tahun percobaan dua tahun, justru tidak berperan pada fungsi jaksa.

Ferdinand Hutahaean Tulis Surat Permohonan Maaf dari Penjara

Sejarah jaksa agung yang sebelum-sebelumnya, Ikhsan mengatakan, paradigma yang dilakukan jaksa adalah criminal justice system. Namun sayangnya, di bawah jaksa agung saat ini, tidak dilakukan.

"Tindakan jaksa di dalam tuntutannya, justru memecah belah masyarakat dan ini menimbulkan distrust. Dan yang lebih parah tuntutan jaksa ini seakan mengotori atau mencederai peradilan pidana di Indonesia," kata Ikhsan.

Hehamahua Khawatir Ferdinand Cuma Tumbal, Rofi'i: Suudzon

Dia menjelaskan, dengan hanya menuntut satu tahun percobaan dua tahun, sama artinya tidak menghargai pendapat-pendapat yang sudah dihadirkan selama ini. Baik oleh MUI, PBNU maupun Muhammadiyah.

Padahal menurutnya, penjelasan dari MUI dan kedua ormas, Muhammadiyah maupun PBNU, memberi keterangan kalau Basuki memang melakukan penistaan agama.

Terdakwa kasus penistaan agama M Kace menjalani persidangan pembacaan tuntutan

M Kece Dituntut 10 Tahun Penjara

Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut hukuman 10 tahun penjara untuk terdakwa M Kece terkait kasus penistaan agama.

img_title
VIVA.co.id
24 Februari 2022