- Istimewa
VIVA.co.id - Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Siti Zuhro meminta kepada dua pasangan calon yang berlaga dalam Pilkada DKI Jakarta mengesampingkan isu suku, agama, ras dan antar golongan (SARA). Menurutnya, mereka sebaiknya menawarkan program-program realistis bagi pembangunan kota mengingat kesenjangan sosial di masyarakat masih menjadi pekerjaan rumah besar pemerintah.
"Ditegaskan kembali apa visi-misi program masing-masing baik petahana maupun lawan tandingnya. Jangan ditarik untuk belas kasihan mencari simpati untuk mendapat dukungan," kata Siti saat diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Senin, 10 April 2017.
Dengan maraknya isu bernada rasial, kata Siti, memperlihatkan pesta demokrasi yang berlangsung di Jakarta adalah paling buruk dibanding daerah-daerah lain.
"Pilkada DKI Jakarta mungkin terburuk dalam pilkada langsung karena tidak mampu mengedepankan nalar sehat. Kita ditarik ke urusan sensitif isu primordial," kata dia.
Sementara itu, Direktur Riset Polmark Indonesia Eko Bambang Subiantoro mengatakan isu agama seolah-olah dijadikan alat politik oleh pasangan Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat sebagai bahan kampanye politiknya. Polmark yang juga konsultan politik pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno ini, menyebutkan dalam putaran pertama hanya 21,6 persen masyarakat yang menentukan calon gubernur dan wakil gubernurya berdasarkan agama.
"Masyarakat ditunjukkan pemilih Jakarta tidak rasional, memilihnya karena faktor agama. Padahal faktor agama hanya 21,6 persen. Sisanya adalah faktor yang menunjukkan tuh seperti reklamasi. Siapa yagn tegas pasangan menolak reklamas itu adalah Anies-Sandi. Masyarakat (pemilih) yang tidak setuju dengan reklamasi juga tinggi," kata Eko.