Biaya Proyek MRT Fase II Bertambah, DPRD DKI Bentuk Pansus?

Target pembangunan akhir tahun MRT Jakarta.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar

VIVA.co.id – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta bakal membentuk panitia khusus (pansus) untuk meminta penjelasan kepada pemerintah daerah terkait penambahan biaya untuk pembangunan kereta listrik Mass Rapid Transit (MRT) di Ibu Kota.

Ini Saluran Air Kuno di Lokasi Proyek MRT Jakarta

Semula, rencana pembangunan fase II MRT itu akan menghubungkan Bundaran Hotel Indonesia-Kampung Bandan, dan ada perubahan trase sampai Ancol Timur.

Proyek dengan nilai Rp31,7 triliun itu akan dibangun sepanjang 14,6 kilometer dengan perkiraan awal pembiayaan hanya Rp17,3 triliun. Kemudian biaya proyek itu membengkak karena pembangunan sebanyak 12 stasiun sampai Ancol Timur, dari sebelumnya hanya 8 stasiun yang menghubungkan stasiun Bundaran HI-Kampung Bandan.

Pemprov DKI Tetapkan Lokasi Pembangunan MRT Koridor Kota-Ancol Barat

"Dasar mengubah dari Bundaran Hotel Indonesia ke Kampung Bandan kemudian HI ke Ancol apa? Ya kalau berdasarkan kajian matang-matang masa tiba-tiba  berubah gitu saja. Alasannya tidak tersedia tanah. Saya tidak meyakini alasan itu dan tidak masuk pandangan logika," kata Wakil Ketua DPRD DKI, Muhammad Taufik saat rapat dengan Pemprov DKI, Selasa, 7 Maret 2017.

Taufik mengatakan, dengan pembiayaan proyek menggunakan pinjaman luar negeri, Pemprov DKI tiap tahunnya bakal dibebankan membayarkan utang. Dengan nilai proyek Rp31,7 triliun, Pemprov DKI bakal menanggung sebanyak 51 persen pinjaman, sementara 49 persennya dibayarkan oleh pemerintah pusat.

Brimob Simulasi Tangani Bom di Stasiun MRT Lebak Bulus, Ini Alasannya

Pinjaman itu, kata Taufik, bakal berlaku selama 20 tahun dengan angsuran Rp800 miliar tiap tahunnya dari total utang Rp16,1 triliun yang dikeluarkan oleh kas daerah.

"Itu yang perlu didalami. Saya ingat dulu katanya kajian tidak sampai Ancol Timur. Kalau dibandingkan, saya kira DPRD akan dalami dengan pansus. Supaya bisa dibicarakan detail. Tadinya saya kira ini dananya dari pemerintah pusat tapi ternyata pemerintah daerah," kata Taufik.

Taufik pun tak sepakat dengan penjelasan pemerintah daerah mengenai batalnya pembangunan di stasiun Kampung Bandan. Ia mengatakan, tanah di wilayah tersebut merupakan milik PT KAI dan kemudian terjadi pembatalan karena sudah bekerja sama dengan pihak lain.

Padahal kajian awal pembangunan fase II itu menyatakan, akan memanfaatkan aset milik perusahaan negara tersebut seluas 6 hektar untuk dijadikan stasiun terakhir atau depo MRT.

"Kalau setuju kita panggil KAI- nya. Dia berbohong kalau begitu. Ini sudah kerja sama kan dengan MRT, kenapa disewain ke yang lain. Makanya kita panggil juga KAI, pansus jadi penting, semua yg terlibat kita panggil. KAI berbohong kalau begitu," ujarnya.

Menanggapi Taufik, Sekretaris DKI Saefullah pun meminta rencana pansus yang akan digulirkan DPRD sebaiknya diurungkan. Perbedaan pendapat, kata Saefullah, bisa dibahas melalui rapat bersama antarpemangku kepentingan tanpa dibentuknya pansus.

Menurutnya, tudingan Taufik yang menyebut pembangunan MRT untuk memfasilitasi warga yang tinggal di perumahan mewah bisa disiasati, seperti membuatkan pintu-pintu sehingga tersambung dengan kawasan wisata itu.

"Saya kira dalam bentuk rapat saja, bukan pansus. Definisi pansus ini di tata tertib seperti apa. Mengingat ini adalah merupakan salah satu proyek strategis nasional. Melalui forum rapim ini kami akan jelaskan lebih detail dan menghadirkan seluruh stakeholder. Saya pikir penjelasn MRT sudah clear," ujarnya. (mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya