Penyebab Banjir Besar Jakarta Versi BNPB

Dua anak bermain air di lokasi banjir Bukit Duri, Jakarta Selatan.
Sumber :
  • Pius Yosep Mali - VIVA.co.id

VIVA.co.id – Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho, menilai banjir yang mengepung wilayah Jakarta, Bekasi dan Tangerang pada hari ini, Selasa 21 Februari 2017, menunjukkan bahwa wilayah tersebut masih rentan terhadap banjir. 

Petugas Gabungan Pasang Bronjong di Tanggul Jebol Kali Hek Kramat Jati

Dia mengatakan, hal ini tidak terlepas dari dampak perubahan penggunaan lahan yang begitu pesat di wilayah Jabodetabek, sehingga hampir 80 persen hujan jatuh berubah menjadi aliran permukaan. Sementara itu kapasitas drainase dan sungai jauh lebih kecil daripada debit aliran permukaan. "Akibatnya banjir dan genangan terjadi di mana-mana" kata Sutopo.

Dari citra satelit Landsat tahun 1990 hingga 2016, kata dia, menunjukkan permukiman dan perkotaan berkembang luar biasa. Permukiman nyaris menyatu antara wilayah hulu, tengah dan hilir dari daerah aliran sungai yang ada di Jabodetabek. 

28 RT di Jakarta Terendam Banjir, Hek Kramat Jati Mulai Surut

Hal itu ditambah sangat minim ruang terbuka hijau atau kawasan resapan air sehingga suatu keniscayaan air hujan yang jatuh sekitar 80 persennya berubah menjadi aliran permukaan. Bahkan di wilayah perkotaan sekitar 90 persen menjadi aliran permukaan.
 
Belum lagi, kapasitas sungai-sungai dan drainase perkotaan mengalirkan aliran permukaan masih terbatas. Okupasi bantaran sungai menjadi permukiman padat menyebabkan sungai sempit dan dangkal. Sungai yang harusnya lebar 30 meter, saat ini hanya sekitar 10 meter. Bahkan, ada sungai yang 5 meter. Sudah pasti kondisi tersebut menyebabkan banjir. 

"Relokasi permukiman di bantaran sungai adalah keniscayaan jika ingin memperlebar kemampuan debit aliran. Tapi seringkali relokasi sulit dilakukan karena kendala politik, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat," ujarnya. 

BPBD Ungkap Data Curah Hujan Eksrem yang Sebabkan Jakarta Banjir Hari Ini

Untuk mengatasi hal tersebut, penataan ruang harus dikendalikan. Daerah-daerah sepadan sungai, kawasan resapan air dan kawasan lindung harus dikembalikan ke fungsinya. 

"Tidak mungkin Pemda Jakarta sendirian mengatasi banjir. Harus kerjasama dengan pemerintah pusat dan pemda lain. Studi banjir dan masterplan pengendalian banjir sudah ada sejak lama. Tinggal komitmen bersama," kata dia.

Berdasarkan data BMKG, curah hujan yang turun yang menyebabkan banjir Jakarta dan sekitarnya adalah Lebak Bulus 71.7 mm, Pakubuwono 106 mm, Beji 65 mm, Depok 83 mm, Gunung Mas 39 mm, Pasar Minggu 106.5 mm, Tangerang 92.5 mm, Pondok Betung 67.4mm, Cengkareng 72 mm, Tanjung Priok 115.9 mm, Kemayoran 180 mm, Dramaga 75 mm, Curug 37.5 mm, Kelapa Gading 145.4 mm, TMII 48.8 mm, Parung 21.8 mm,  Jagorawi 72.5 mm, Mekarsari 60.8 mm, Leuwiliang 89.7 mm, Katulampa 35.8 mm, dan Bekasi 65 mm. Tebal hujan tersebut tergolong hujan sedang hingga lebat.

Curah hujan tersebut masih jauh lebih kecil dibandingkan dengan hujan yanh menyebabkan banjir di Jakarta pada tahun 2007, 2013 dan 2014 yang saat itu mencapai 200 - 350 mm. Peluang hujan ekstrem saat ini makin sering terjadi. 

"Artinya wilayah Jabodetabek juga makin tinggi risikonya terjadi banjir jika tidak dilakukan upaya pengendalian banjir yang komprehensif dan berkelanjutan," kata Sutopo.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya