Akademisi Kritik Debat Pilkada DKI Pertama

Debat Putaran Pertama Cagub dan Cawagub Pilkada DKI Jakarta pada 13 Januari 2017.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Muhamad Solihin

VIVA.co.id - Debat kandidat calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, dianggap kurang maksimal. Padahal, debat kandidat ini penting, bukan hanya untuk penyelenggara dan kandidat saja, melainkan juga masyarakat DKI Jakarta.

Ogah Usung Anies di Pilgub Jakarta, Gerindra: Kita Punya Jagoan Lebih Muda dan Fresh

"Debat kandidat penting, sebab hasil lembaga survei menunjukkan masih tingginya pemilih yang belum menentukan pilihan. Itu mendekati 20 persen, cukup banyak walau angka ini tidak sama di setiap lembaga survei," kata Pengurus Pusat Asosiasi Ilmu Politik Indonesia, Syamsuddin Haris, dalam diskusi dengan tema Dinamika Pilgub Pasca Debat Kandidat di Gedung LIPI, Jakarta, Kamis 19 Januari 2017.

Menurut Haris, bagi pasangan calon, debat berguna untuk memastikan pendukungnya tetap konsisten dan tidak berpindah ke pasangan lain. Selain itu, debat juga untuk menarik masyarakat yang belum menentukan pilihan.

Gerindra Siapkan Kader Internal yang Potensial Menang di Pilkada Jakarta

Sementara itu, sosiolog sekaligus Ketua Yayasan Interseksi, Hikmat Budiman melihat debat kandidat putaran pertama yang diselenggarakan KPUD DKI Jakarta terlalu kaku. Sehingga, hal-hal yang substansi dan upaya klarifikasi para kandidat atas berbagai isu negatif tidak tersampaikan dengan baik.

"Saya heran, kenapa tidak boleh disinggung. Padahal, itu berkaitan dengan track record," ujarnya.

KPU DKI Sudah Antisipasi Banjir saat Proses Pemungutan Suara Pilgub 2024

Hikmat melihat debat putaran pertama ini tidak fair. Ia mencontohkan, petahana pasti disinggung soal profesinya sebagai gubernur. Selain konsep kampung yang menjadi guyonan di media sosial hingga anggaran Rp1 miliar untuk tiap RW.

"Ini yang gagal dilakukan. Banyak kesempatan terbuang, padahal debat ini untuk menjelaskan hal itu," ujarnya.

Direktur Populi Center, Usep S Ahyar menjelaskan, minimal ada tiga hal yang menentukan sukses tidaknya sebuah debat. Substansi, penampilan dan prilaku pemilih.

"Kalau pemilihnya loyal voters itu, justru malah menutup objektivitasnya. Jadi, bagi loyal voters sebagus apapun debat jadi ledekan. Apalagi, yang patut diledek, itu pasti jadi bahan ledekan," katanya.

Para pembicara sepakat, KPU DKI untuk lebih dalam menggali substansi masalah DKI Jakarta yang akan dijawab dengan jela oleh para kandidat. Selain itu, KPU DKI juga diminta memilih panelis yang lebih memahami konteks Jakarta.

"KPUD jangan hanya sekadar menunaikan tugas saja dengan melaksanakan kewajiban menyelenggarakan debat kandidat," kata Hikmat. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya