Dua Saksi Saling Lempar Kesalahan di Sidang Ahok

Persidangan penistaan agama
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Pool/Resa Esnir

VIVA.co.id – Saksi-saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum dalam persidangan perkara penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, saling lempar  kesalahan.

Ahok Sebut Pertamina Bisa Tetap Untung Bila Tak Naikkan Harga BBM 2022

Hal itu terlihat ketika salah satu saksi bernama Willyudin Dhani, menyebut keterangan dua saksi dari kepolisian yang juga dihadirkan jaksa, yakni Bripka Agung Hermawan, dan Briptu Ahmad Hamdani, tidak seluruhnya benar dan tidak sesuai kenyataan.

Willyudin yang berstatus saksi pelapor dalam perkara ini menyebutkan, dalam kesaksiannya Briptu Hamdani mengatakan bahwa saat melaporkan kasus itu, Willy mendatangi Polresta Bogor ditemani tiga temannya alias berempat. Padahal, kata Willy, ia hanya berdua datang membuat laporan.

Hasto dan Ahok Sampaikan Pesan Megawati untuk Politisi Muda

"Sebagian besar tidak benar. Saya datang hanya berdua karena saya naik motor. Dia (Hamdani) tidak menjelaskan bahwa saya uraikan ketika saya bertanya, kejadian pidato yang saya laporkan di Kepulauan Seribu tanggal 27 September 2016. Saya menjelaskan tapi tidak dicatat," kata Willyudin di hadapan majelis hakim, Selasa 17 Januari 2017.

Ketika melapor, Willy mengaku pada Hamdani, jika dirinya melihat pidato Ahok di Kepulauan Seribu di Youtube di kediamannya pada 6 Oktober 2016, lantas Willy melapor keesokan harinya, 7 Oktober 2016. Willy menampik disebut Hamdani menonton video itu tanggal 6 September 2016, seperti apa yang dikatakan Hamdani dalam kesaksiannya.

Ruko Milik Ahok di Medan Terbakar, Tiga Orang Alami Luka Bakar

"Saya kembali diwawancarai lagi. Saya nonton video itu di rumah saya, Kamis 6 Oktober 2016 jam 11," kata dia.

Kemudian, semua laporan Willy dicetak oleh penyidik. Tapi proses pencetakan melalui mesin printer itu bukan dilakukan Briptu Hamdani. Usai dicetak, Willy menyebut menemukan kesalahan pada penulisan tanggal. Dirinya pun membenarkan kesalahan itu.

"Sebelum diprint, printernya rusak, yang nge-print bukan dia. Saya coret tanggal 6 September itu. Mana mungkin kejadian baru kemarin  masa 6 September," ucapnya.

Mendapati kesalahan itu,Willy mengklaim sempat menegur Hamdani, dan Hamdani, kata dia menyanggupi akan melakukan pembetulan kesalahan tanggal itu. Kemudian, saat ia melihat komputer, tanggal yang salah pun sudah terlihat tidak salah lagi. 

Lantas, karena tak mau berprasangka buruk, usai dicetak ulang, ia pun langsung menandatangani laporan itu tanpa melakukan pengecekan kembali.

"Kata dia mau benerin lagi, cukup lama juga hampir Isya. Saya lihat di monitor benar 6 Oktober. Yang terakhir saya tidak lihat, langsung tanda tangan," ujarnya.

Sebelumnya, dalam kesaksiannya saat dicecar majelis hakim, Briptu Hamdani menyebut perbedaan tanggal yang tertulis di berkas pemeriksaan dengan kejadian sesungguhnya merupakan data yang diperoleh dari keterangan yang disampaikan Willy kepadanya.  "Pelapor sendiri (yang menyebutkan tanggalnya)," kata Hamdani.

Kemudian, lanjut Hamdani, usai laporan polisi dibuat, Willyudin pun menandatangani laporan itu. Willyudin, pun kata dia sudah membaca laporan yang ia ketik tersebut. "Pelapor baca, kemudian ditandatangani," ujarnya lagi.

Hamdani mengaku kepada hakim jika dirinya tak mencocokkan lagi antara laporan pelapor dengan kejadian yang sebenarnya. Terkait laporan yang ia ketika, Hamdani bilang tak ada penolakan dari pelapor terkait isi laporan tersebut.

"Di kantor ruangan Anda apa ada kalender? Atau kalendernya berubah-ubah tiap bulan? Anda harus serius kalau menulis tempus. Enggak boleh begini ini kan mengingat nasib orang lain," ucap hakim menasihati Hamdani.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya