'Partisipasi Pemilih Bukan Cuma soal Gunakan Hak Suara'

KPU Cek DPT Pilkada DKI Jakarta
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

VIVA.co.id – Dewan Pembina Jaringan Pemantau Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Yusfitriadi, menyoroti rendahnya partisipasi pemilih dalam pilkada. Menurutnya, partisipasi pemilih yang rendah, karena ada persepsi persoalan ini hanya menyangkut hak suara.

SBY Sebut Kultur Politik Tanah Air Berubah Sejak Pilkada DKI 2017

"Partisipasi ada dua, dalam konteks gunakan hak suara dan dalam semua tahapan pemilu," kata Yusfitriadi dalam diskusi di Bakoel Koffie, Jakarta, Sabtu 31 Desember 2016.

Ia menyebutkan, dalam pilkada lalu memang ada daerah yang penggunaan hak suaranya mengalami penurunan hingga hanya 20 persen. Ia tak mendetailkan daerah mana saja yang partisipasi hak suaranya rendah tersebut.

Keluarga Korban KM Sinar Bangun Bisa Coblos di TPS Tigaras

"Seringkali kita ukur pada pencoblosan. Ketika itu yang terjadi bagaimana kita menilai proses pemilu yang berkerakyatan. Ketika partisipasi hanya dihitung di tempat pemungutan suara (TPS)," kata Yusfitriadi.

Hak suara, kata Yusfitriadi, hanya bagian kecil dari tahapan pemilu. Persoalannya para pembuat undang-undang tak fokus untuk membuat regulasi yang mengakibatkan masyarakat berpartisipasi dalam semua tahapan pilkada.

SBY Sindir Kejanggalan Pilkada DKI 2017

"Mereka hanya menggemborkan gunakan hak Anda. Datang ke TPS itu sebenarnya implikasi dari proses yang panjang. Ketika masyarakat hanya diminta tentukan pilihan saja, maka tak akan bisa menjadi pemilih yang cerdas karena tak bisa memantau," kata Yusfitriadi.

Menurutnya, seharusnya masyarakat juga didorong untuk mengawasi calon atau kandidat dalam pilkada. Sehingga masyarakat didorong mengawasi proses pemilu di semua tahapan. Jadi ada peluang kedaulatan rakyat yang besar.

Senada dengan Yusfitriadi, Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Masykurudin Hafidz, juga menyayangkan adanya daerah yang dalam pelaksanaan pilkada memiliki partisipasi masyarakat yang rendah.

"Yang kita khawatirkan karena uang dana pilkada sudah diambil dari dana negara. Biaya pasangan calon sudah diambil dari APBD. Tapi partisipasi pemilih terus menurun," kata Masykurudin dalam kesempatan yang sama.

Menurutnya, penyelenggara pemilu tak boleh berhenti meningkatkan partisipasi pemilih hanya pada sosialisasi pemilih dengan cara tradisional. Misalnya, dengan alat peraga atau pertemuan teratas. Tapi perlu ada peningkatan dari aspek substansi, metode, dan pihak yang dilibatkan.

"Sehingga akhirnya kalau kita melakukan pemberian sosialisasi dan informasi tak hanya sekadar soal tanggal pilkada, cara mencoblos, dan mengetahui pasangan calon. Tapi harus terbentuk kepemilikan masyarakat terhadap pilkada," kata Masykurudin.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya