- ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
VIVA.co.id – Tim pemenangan Ahok-Djarot di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI 2017 menduga maraknya penolakan terhadap pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI petahana Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat dilakukan secara terorganisasi.
"Dugaan kita (penolakan) seperti di-organized," ujar Wakil Ketua Tim pemenangan, Wibi Andriano saat dihubungi melalui sambungan telepon, Kamis, 10 November 2016.
Wibi mengatakan, ada pola yang sama dalam setiap aksi penolakan, termasuk aksi penolakan kedatangan terakhir terhadap Djarot, di Kembangan, Jakarta Barat, Rabu, 9 November 2016.
Pola itu misalnya, penolakan dilakukan sejumlah orang yang membawa spanduk dan berteriak-teriak saat Ahok atau Djarot berada di tengah kunjungan sosialisasi mereka untuk berkampanye. Isu yang mereka ambil sebagai alasan penolakan juga sama.
Berdasarkan catatan VIVA.co.id, Ahok setidaknya telah mengalami tiga kali penolakan, yaitu di kawasan Rawabelong, Jakarta Barat, pada Rabu, 2 November; Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Kamis, 3 November; Petojo Selatan, Jakarta Pusat, pada Rabu, 8 November. Bahkan, saat di Rawabelong Ahok sampai dievakuasi menggunakan angkutan kota (angkot) ke markas Kepolisian Sektor Kebon Jeruk.
Sementara Djarot, setidaknya telah dua kali mengalami penolakan, yaitu di Cilincing, Jakarta Utara, pada 3 November dan di Kembangan, Jakarta Barat, Rabu, 9 November. Kemarin, Djarot menemui langsung warga yang menolaknya.
Penolakan itu, Wibi mengatakan, juga menjadi alasan bagi tim pemenangan untuk melapor ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DKI, Rabu malam. Tim pemenangan menyerahkan sepenuhnya upaya penanganan tersebut ke lembaga yang tugasnya mengawasi pemilihan umum.
"Menurut kami ini (aksi-aksi penolakan) terstruktur, sistematis, dan masif," ujar Wibi.