KPU DKI Kaji Hasil Survei Kedai Kopi

KPU Provinsi DKI Jakarta
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Eka Permadi

VIVA.co.id – Hasil survei yang dilakukan oleh Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (Kedai Kopi) pada 30 Oktober 2016 kemarin, nampaknya akan berbuntut panjang. Pasalnya, para relawan Ahok-Djarot yang tergabung dalam Sekretariat Bersama Rakyat (Sekber) melaporkan kasus tersebut ke KPU DKI Jakarta.

100 Hari: Publik Lebih Puas Terhadap Jokowi Dibanding Ma'ruf Amin

Mixil Mina Munir selaku Ketua Umum Sekber, menjelaskan pihaknya menerima banyak kecurangan dari hasil survei tersebut sehingga berdampak buruk bagi kredibilitas Ahok-Djarot dan survei tersebut sengaja dilakukan oleh sekelompok orang untuk menjatuhkan Ahok-Djarot. Hal tersebut ia nilai ketika angka Anies-Sandi dan AHY-Sylvi, secara tiba-tiba, meningkat drastis.

"Saya kira ini proses politik, kebijakan-kebikakan politik, sehingga ini pasti ada tunggangan-tunggangan dari kepentingan politik," ujarnya pada Senin, 31 Agustus 2016 di Gedung KPU DKI Jakarta, Jakarta Pusat.

Konsisten Jaga Integritas, Poltracking Raih Perusahaan Terpercaya 2019

Mixil menuturkan bahwa kode etik lembaga survei dan soal lembaga survei dalam pelaksanaan Pilkada sudah diatur dalam PKPU No. 5 Tahun 2015, yaitu lembaga survei tersebut harus terdaftar di KPU DKI Jakarta dan kedua, ketika merilis survei terntang Pilkada, lembaga survei tersebut harus mampu mempertanggungjawabkan hasilnya kepada publik.

"Saya mendiskusikan dengan beberapa kawan yaitu kontak person Kedai Kopi, Hendri Satrio, dan dia adalah pengajar di Paramadina. Mungkin benar, Kedai Kopi ini dari kubu Anies, mungkin juga bukan. Yang jelas, mereka menjatuhkan kredibilitas dunia akademis," tegas Mixil.

KPUD DKI Tetapkan Hasil Pileg 2019, PDIP Raih Kursi Terbanyak

Pelaporan Sekber ke KPU DKI Jakarta diharapkan agar KPUD mengetahui bahwa akan banyak lembaga survei yang tidak kredibel dan tidak kompeten. Selain itu, Mixil juga menambahkan, Sekber akan meneruskan proses ini ke jalur hukum dengan melaporkan ke Persepi dan ke kepolisisan karena Kedai Kopi dianggap telah melakukan kebohongan publik.

"Aturannya, dalam UU Pilkada, kita tidak boleh menghasut orang, menyebarluaskan hal yang tidak benar. Nah, lembaga survei ini melakukan hal yang luar biasa, memanipulasi data, mengotak-atik angka, 20 kebohongan yang telah dilakukan oleh Kedai Kopi," paparnya.

Sedangkan pihak KPU DKI Jakarta sendiri juga menanggapi kasus tersebut. Muhammad Fadlilah, anggota KPU DKI Jakarta yang ditemui seusai jumpa pers terkait pelaporan Sekber terhadap hasil survei Kedai Kopi, mengatakan bahwa segala hal terkait dengan lembaga survei telah diatur dalam PKPU Nomor 5 Tahun 2015.

"Memang, segala bentuk pengaduan masyarakat bisa kami terima, namun terkait lembaga survei itu sudah diatur dalam PKPU Nomor 5 Tahun 2015. Dalam peraturan tersebut dijelaskan keberadaan lembaga survei harus didaftarkan ke KPU DKI Jakarta, paling telat 30 hari sebelum hari pemungutan dan penghitungan suara," jelas Fadli.

KPUD juga akan mengambil langkah setelah pihaknya menerima aduan tersebut. Merujuk pada PKPU Nomor 5 Tahun 2015, apabila ada aduan dari masyarakat terkait lembaga survei, hasil dari lembaga survei, hasil dari jajak pendapat, akan diproses dengan pembentukan Dewan Etik yang kemudian diteruskan kepada asosiasi lembaga survei.

"KPUD belum bisa memutuskan. Nanti, setelah ini, kami akan rapat terkait aduan tersebut karena saya belum lihat delik aduannya sehingga belum bisa diputuskan. Sanksinya, nanti dewan etik atau dari asosiasi lembaga survei yang berhak memutuskan apakah di laporan itu ada pelanggaran atau tidak," ujar Fadli.

Ditinjau melalui website resmi milik KPU DKI Jakarta, hingga saat ini, nama Kedai Kopi memang belum ada dan belum terdaftar sebagai lembaga survey resmi. Sedangkan Davi, dari pihak Kedai Kopi yang sempat diundang oleh Mixil ke jumpa pers tersebut tidak bisa memberikan keterangan apapun terkait hasil survei yang dilakukan oleh lembaganya.

"Saya datang terlambat karena saya diberitahu kalau acaranya setelah Zuhur. Pak Hendri tidak bisa datang karena beliau mengajar di Paramadina," katanya ketika berbincang dengan VIVA.co.id.

Laporan: Afra Augesti /Jakarta

(ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya