Isi Lengkap Duplik Pengacara Jessica

Jessica Kumala Wongso dan Otto Hasibuan.
Sumber :

VIVA.co.id – Ketua tim penasihat hukum terdakwa Jessica Kumala Wongso, Otto Hasibuan menjelaskan beberapa kesimpulan dari duplik yang disusun pihaknya. Dalam kesimpulannya, Otto menyebut bahwa dakwaan jaksa tidak memenuhi aspek analisis, hukum dan motif sehingga kliennya patut dibebaskan.

Otto Hasibuan Bakal Daftarkan PK Jessica Wongso Tahun Depan

Dari aspek analisis, Otto berkesimpulan bahwa tidak ditemukan sianida di tubuh Wayan Mirna Salihin. Berdasarkan hasil Labkrim Polri, ditemukan terdapat sianida di dalam kopi, namun tidak demikian pada jenazah Mirna. Hal yang menjadi kesimpulan atas penjelasan tersebut adalah racun sianida dimasukkan ke dalam Es Vietnam Kopi pasca Mirna tewas.

"Ketika diperiksa setelah 70 menit dinyatakan tewas, tidak ditemukan kandungan sianida di dalam tubuh korban. Yang menyatakan sianida tidak ada di dalam lambung Mirna adalah Labfor Polri. Pertanyaan ini hanya dijawab Robertson (ahli toksikologi pihak Jessica). Kita tidak bisa mengabaikan ada sianida di dalam kopi dan kita juga tidak bisa mengabaikan tidak ada sianida di dalam lambung mirna. Kalau ada sianida sebelum diminum pasti ada sianida di tubuh korban," ujarnya dalam persidangan, Kamis, 20, Oktober 2016.

Otto Hasibuan Bakal Lapor Bareskrim soal Dugaan CCTV Kasus Jessica Wongso Dihilangkan

Kemudian, secara analisis, 0,2 miligram perliter kandungan racun sianida di dalam lambung Mirna merupakan post mortem.

"Adapun setelah 3 hari kemudian, ditumukan 0,2 miligram. Para ahli mengatakan itu bukan berasal dari mulut, karena pastilah pertama kali diperiksa ada di lambung Mirna," ujarnya.

Terpopuler: Kasus Jessica Wongso Bisa Heboh Lagi, Kata Gus Miftah Soal Perang Palestina dan Israel

Proses autopsi, menjadi hal yang esensial untuk mengungkap kematian Mirna yang diduga tewas karena terpapar sianida. Tidak adanya hasil visum menyebabkan analisis mengenai penyebab kematian korban menjadi tidak jelas.

"Harus dipastikan dengan cara autopsi. Semua ahli mengatakan, baik yang diajukan penuntut umum maupun penasihat hukum dan kepolisian juga mengatakan 'no autopsi, no crime'. Karena autopsi adalah satu-satunya alat yang bisa digunakan untuk mengetahui penyebab matinya korban. Maka setelah Labkirm keluar, mereka (kepolisian) harus memberikan hasil visum et repertum. Tapi sampai sekarang, tidak pernah menjalankan kewajibannya. Hasil Labkirim pun tidak pernah dibaca, dianalisa sehingga kematian korban jadi menggantung," ucapnya.

Untuk aspek hukum, berdasarkan pasal 184 KUHAP, terdapat lima alat bukti yang harus dipenuhi untuk dapat mendakwa seseorang. Pertama yaitu keterangang saksi, kedua keterangan ahli, ketiga surat, keempat petunjuk dan kelima keterangan terdakwa. Penasihat hukum menyimpulkan tidak satupun alat bukti yang secara sah yang bisa mendakwa kliennya.

"Dari lima alat bukti, tak satupun yang dipenuhi," singkatnya.

Sementara untuk motif, tidak adanya motif yang melatarbelakangi pembunuhan. Pihaknya mengatakan tidak ditemukan motif oleh penasihat hukum. Apalagi, sebanyak 17 saksi yang merupakan pegawai Kafe Olivier tak satupun yang melihat bahwa Jessica menuangkan racun sianida ke dalam es kopi Vietnam milik Mirna.

"Terdakwa jelas tidak mengakui perbuatannya, dan tidak ada motif, didukung oleh kesaksian Natalia (ahli psikologi) yang menyatakan hubungan terdakwa  dengan Mirna baik-baik saja. Tidak seorang saksi pun melihat terdakwa menggeser gelas dan memegang sedotan, walaupun ada sidiki jari. Karena tidak ada bukti langsung, makan unsur keterangan saksi itu tidak terpenuhi," ujarnya.

Terakhir, atas dasar tiga aspek tersebut, tim penasihat hukum menginginkan agar kliennya bisa dibebaskan dari tuntutan penuntut umum selama 20 tahun kurungan penjara. Selain itu, ia berharap agar Presiden Jokowi memanfaatkan peristiwa meninggalnya Wayan Mirna Salihin sebagai momentum untuk melakulan reformasi hukum di Indonesia.

"Izinkan kami memohon atas nama terdakwa. Agar Yang Mulia bisa menimbang dengan baik untuk membebaskan terdakwa dari tuntutan. Dia tidak bersalah. Pak Presiden, kami mohon juga untuk mengusulkan, jadikanlah kasus ini sebagai momentum untuk melakukan reformasi hukum. Agar untuk tidak mencari siapa pihak yang bersalah. Mari kita perbaiki apa yangg kurang dan tidak sempurna," tutupnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya