- VIVA.co.id/ Danar Dono
VIVA.co.id – Setara Institute menilai apa yang disampaikan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, terkait surat Al Maidah ayat 51 saat berbicara kepada masyarakat di Kepulauan Seribu akhir September lalu sama sekali bukan merupakan bentuk penggunaan sentimen Suku, Agama, Ras dan Antar-golongan (SARA). Begitu pula bukan bentuk penodaan terhadap agama untuk kepentingan politik.
Wakil Ketua Setara Institute, Bonar Tigor Naipospos, mengatakan Ahok justru mengajak warga untuk beragama secara kritis. Di mana warga tidak hanyut dalam dalil-dalil keagamaan yang digunakan untuk berpolitik.
"Jadi, jelas sekali bahwa pihak yang berpolitik dengan menggunakan isu SARA adalah mereka yang mengadukan dan mempersoalkan pernyataan Ahok itu," kata Bonar di Jakarta, Rabu 12 Oktober 2016.
Dengan begitu, Bonar pun mengingatkan kembali, bahwa Indonesia bukanlah negara agama. Sehingga, pejabat negara dalam hal ini, yang mempunyai komitmen menjaga kesatuan dan keberagaman Indonesia untuk mengabaikan sikap dan pandangan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
"Karena kan, tugas dan kewajiban para penyelenggara negara adalah menegakkan konstitusi. Di mana secara konstitusi dan etis tidak ada larangan untuk memilih pejabat publik hanya karena berbeda agama dan keyakinan," kata Bonar.
Sehingga, dirinya pun yakin, warga Jakarta memiliki rasionalitas politik yang berbasis bukti capaian, kinerja, dan visi pembangunan para calon untuk menentukan pilihannya. Sekalipun tidak akan memilih calon yang berbeda keyakinan dan agama, bukan karena itu saja, melainkan karena visi yang tidak menjanjikan.