Pengacara Jessica Ungkap soal Pledoi Kliennya

Terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana Wayan Mirna Salihin, Jessica Kumala Wongso (kiri) didampingi Penasihat Hukumnya Otto Hasibuan (kedua kiri) mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Sumber :
  • ANTARA/Widodo S. Jusuf

VIVA.co.id – Otto Hasibuan, ketua tim penasihat hukum Jessica Kumala Wongso, terdakwa kasus dugaan pembunuhan Wayan Mirna Salihin, membeberkan beberapa hal yang telah disiapkan dalam materi nota pembelaan atau pledoi kliennya.

Otto Hasibuan Bakal Daftarkan PK Jessica Wongso Tahun Depan

Pledoi akan dibacakan pada sidang lanjutan perkara tersebut, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu, 12 Oktober 2016. "Pembelaan kami simpel, dia tuduh ada siandia, kami mau buktikan tidak ada (sianida)," ujarnya saat dihubungi VIVA.co.id, Senin, 10 Oktober 2016.

Sebab, menurut Otto, tidak ditemukan ada racun sianida pada es kopi Vietnam yang ditenggak Wayan Mirna Salihin. Selain itu, tidak ditemukan pula adanya racun sianida dalam jumlah yang bisa mematikan seseorang, pada jasad Mirna.

Otto Hasibuan Bakal Lapor Bareskrim soal Dugaan CCTV Kasus Jessica Wongso Dihilangkan

"Ini menurut laboratorium forensik (Labfor) Polri (soal racun sianida), kalau tidak ada (racun sianida) jadi kasusnya apa? Tidak ada pembunuhan poinnya," kata Otto.

Otto juga menyinggung soal rekaman video Closed Circuit Television (CCTV) Kafe Olivier. Rekaman itu, menurutnya, tak bisa digunakan sebagai alat bukti dalam perkara tersebut. Otto menilai, rekaman video CCTV Kafe Olivier itu tidak sah sebagai alat bukti.

Terpopuler: Kasus Jessica Wongso Bisa Heboh Lagi, Kata Gus Miftah Soal Perang Palestina dan Israel

"Menyangkut CCTV, ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengatakan kalau ada alat-alat elektronik rekaman dan sebagainya, kalau tidak direkam langsung oleh penyidik, enggak bisa dipakai sebagai alat bukti sah." ujar Otto.

Dia menambahkan, "CCTV Kafe Olivier keberadaannya bukan direkam oleh penyidik, bukan juga diminta penyidik untuk direkam."

Putusan MK yang dimaksud tersebut yakni dikabulkannya sebagian gugatan uji materi Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Uji materi itu diajukan mantan Ketua DPR Setya Novanto.

Setya mengajukan uji materi Pasal 5 ayat 1 dan 2 serta Pasal 44 huruf b UU ITE. Pasal-pasal tersebut mengatur bahwa informasi atau dokumen elektronik merupakan salah satu alat bukti penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan yang sah di pengadilan.

Dalam putusan pada 7 September 2016 itu, majelis hakim konstitusi menyatakan, Pasal 5 Ayat 1 dan Ayat 2 serta Pasal 44 huruf b dalam UU ITE, tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat selama tidak dimaknai, khususnya frasa informasi dan dokumen elektronik, sebagai alat bukti.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya