Saksi Jessica: Kriminologi Tak Bisa Nyatakan Orang Bersalah

Jessica Kumala Wongso.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Muhamad Solihin

VIVA.co.id – Kriminolog Universitas Indonesia, Dr Eva Achjani Zulfa, menyatakan, ilmu kriminologi tak pernah menyatakan seseorang bersalah hanya dari melihat gestur.

Otto Hasibuan Jelaskan Perkembangan Kasus Jessica Wongso, Mau Ajukan PK Bulan Januari

Eva menegaskan, ilmu kriminologi hanya berbicara tentang motif, gejala-gejala dan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kejahatan.

"Tapi, (ilmu kriminologi) tidak bisa digunakan mengatakan dialah penjahat. Tidak bisa menjadi dasar menyatakan dialah pelaku," kata Dr Eva saat bersaksi sebagai saksi yang dihadirkan tim penasihat hukum Jessica Kumala Wongso, Senin 19 September 2016.

Kaleidoskop 2023: Heboh Kasus Jessica Wongso Gara-gara Netflix

Penegasan itu disebutkan Eva untuk menjawab pertanyaan dari ketua penasihat hukum Jessica, Otto Hasibuan, di ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.

Otto sebelumnya melemparkan pertanyaan tentang adanya ahli kriminologi yang menggunakan teori fisionomi, gestur dan memutuskan seseorang bersalah atas sebuah perkara. "Ahli kriminologi, menggunakan teori fisionomi, teori gestur, apakah bisa?" kata Otto bertanya pada Eva.

Jessica Wongso Dituduh Bekerja di Bidang Farmasi, Otto Hasibuan Bongkar Pekerjaan Sebenarnya

Pertanyaan Otto itu, ditanyakan kepada Eva untuk mementahkan kesaksian Kriminolog UI, Prof Ronny Nitibaskara, yang pernah dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebagai saksi ahli di persidangan Kamis 1 September 2016.

Saat bersaksi, Ronny memang mengaku, menemukan indikasi kebohongan pada diri Jessica. Indikasi itu ditemukannya ketika melakukan wawancara dengan terdakwa perkara kematian Wayan Mirna Salihin itu, saat masih menjadi tersangka Polda Metro Jaya.

"Diperoleh dari depth interview membaca watak perilaku, ada ruang kebohongan karena ketidaksesuaian verbal dan nonverbal," kata Ronny.

Ronny juga pernah mengatakan, Jessica merupakan tipe orang yang memiliki karakter obsesif posesif, berdasarkan kesimpulannya dari bentuk wajah Jessica, menurut pengamatan kriminologinya.

"Jarak mata dan alis mencerminkan sikap pemilih dan selektif, serta seksama dalam merespons tindakan dan pikiran. Memilih teman, mengambil keputusan," kata Prof Ronny.

Ronny menuturkan, tipe orang seperti Jessica ini, merupakan tipe orang yang sangat mengharapkan untuk memiliki sebuah jalinan pertemanan yang berlangsung lama dan langgeng. Namun, tipe orang seperti Jessica ini, juga dapat memutuskan pertemanan, jika ada hal-hal tertentu yang menurutnya tidak bisa dipertahankan.

Selain itu, lanjut Ronny, analisis terhadap wajah Jessica secara keseluruhan, juga menunjukkan bahwa yang bersangkutan merupakan tipe orang yang pendendam. "Yang bersangkutan, termasuk tipe obsesif posesif," kata Ronny.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya