Ketakutan Landa WNI Saat Sandera Kanada Dipenggal Abu Sayyaf

Ilustrasi / Kelompok bersenjata Abu Sayyaf di Filipina Selatan.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Istimewa

VIVA.co.id – Alvian Elfis Repi salah satu dari 10 sandera WNI yang baru saja dibebaskan dari penyanderaan di Filipina, sempat mengaku pasrah dengan nasibnya saat ditawan milisi Abu Sayyaf.

RI Upayakan 2 WNI Sandera Abu Sayyaf Bisa Cepat Pulang

Perasaan takut dieksekusi mati juga melanda 9 Anak Buah Kapal (ABK) Brahma 12 lainnya. Apalagi, saat dia mendengar kabar bahwa ada sandera lainnya yang akan dieksekusi.

Menurut Alvian, saat itu, ada seorang anggota Abu Sayyaf mengungkapkan bahwa akan ada yang dieksekusi. Dan itu adalah sandera asal Kanada.

Dua Sandera WNI Asal Wakatobi Bebas di Filipina Selatan

"Kita tiga hari sebelumnya sempat diberitahu ada yang akan dieksekusi. Sempat pucat juga kita dengarnya," kata Alvian di rumahnya di Jalan Swasembada Barat 17, nomor 25, RT 03/03, Kebon Bawang, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Selasa, 3 Mei 2016.

Meski diperlakukan dengan baik, tapi pengumuman adanya sandera yang akan dieksekusi jelas membuat perasaannya cemas. Pengumuman itu membuat dia berpikir tinggal menunggu giliran saja.

Penculikan di Perairan Global Naik Tiga Kali Lipat

Namun, Alvian mengaku tidak mengetahui detail kapan eksekusi terhadap sandera asal Kanada itu dilakukan. Selama dalam tawanan, Alvian dan 9 ABK lainnya dipisahkan dengan tawanan lainnya. "Kita tidak bertemu dengan sandera yang lain, kita dipisah," ujarnya.

Selanjutnya... Sandera Kanada dipenggal...

Sandera Kanada Dipenggal

Seperti diketahui, kelompok militan Abu Sayyaf memenggal sandera asal Kanada, John Ridsdel (68 tahun). Ia dieksekusi mati, karena uang tebusan yang diminta tak dipenuhi.

Insiden bermula ketika Ridsdel diculik dari kawasan resor wisata bersama dengan warga Kanada lainnya, Robert Hall dan pacarnya bernama Marites Flor asal Filipina, serta Kjartan Sekkingstad asal Norwegia, dekat kota Davao, sekitar 500 kilometer Pulau Jolo, pada 21 September 2015.

Mereka dibawa sejauh 500 kilometer ke Pulau Jolo, Filipina Selatan. Abu Sayyaf lalu merilis sebuah video satu bulan setelah penculikan yang berisi tuntutan tebusan sebesar US$80 juta (sekitar Rp105 miliar).

Dalam rilis videonya, para korban sandera dipaksa mengemis di depan kamera untuk meminta keselamatan hidup mereka. Para sandera tampak kondisinya semakin lemah.

Dalam video terbaru itu, Ridsdel mengatakan akan dibunuh pada 25 April 2016 jika uang tebusan tidak dibayar. Dan ancaman itu benar terjadi.

Kepala Ridsdel ditemukan oleh kepolisian Filipina di sebuah pulau terpencil. "Kami menemukan kepala dalam kantong plastik. Kepala itu adalah milik pria Kaukasia," kata Kepala Polisi Jolo, WIlfredo Cayat.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya