Serapan Anggaran 0%, DKI Alasan PNS Lupa Input Data

Rapat Evaluasi APBD DKI Jakarta
Sumber :
  • VIVA.co.id/Muhamad Solihin

VIVA.co.id – Wakil Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) DKI, Michael Rolando menyatakan, nihilnya angka serapan anggaran Pemerintah Provinsi DKI, seperti yang dipublikasikan Kementerian Dalam Negeri, disebabkan khilafnya pegawai Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI.

Serapan APBD Rendah, Ahok Salahkan Wali Kota

Dalam rentang waktu bulan Februari hingga April 2016, Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Bappeda sibuk mempersiapkan kegiatan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) yang dilaksanakan di semua tingkatan wilayah.

Pekerjaan memasukkan data penyerapan anggaran secara manual ke Sistem Informasi Monitoring Tim Evaluasi dan Pengawasan Penyerapan Anggaran (Sismontep) milik Kemendagri, luput dikerjakan.

Ahok Yakin Serapan APBD Nol Persen karena Salah Kemendagri

"Kalau tidak diinput, data serapan anggaran memang tidak akan terbaca," ujar Michael di Balai Kota DKI, Selasa 26 April 2016.

Michael memastikan besaran serapan anggaran Pemerintah Provinsi DKI bukan nol persen. Usai disahkan pada 23 Desember 2015, anggaran sebesar Rp66,37 triliun segera digunakan sejak awal Januari 2016. Hingga April 2016, Pemerintah Provinsi DKI berhasil menyerap anggaran sebesar 13,86 persen.

Gak Nyangka, Ternyata Gen Z Punya Karakter Mulia Ini

"Penyerapan anggaran kita tidak mungkin nol," ujar Michael.

Sebelumnya diberitakan, dalam data besaran serapan anggaran setiap pemerintah daerah yang dipublikasikan Kemendagri, Pemerintah Provinsi DKI termasuk pemerintah daerah yang angka serapan anggarannya adalah nol persen. Daerah lain yang memiliki angka serapan anggaran yang sama dengan DKI adalah Sumatera Barat, Papua Barat, Papua, Nusa Tenggara Timur, Maluku Utara, Kepulauan Riau, dan Jambi.

Sementara itu, lima besar pemerintah daerah yang memiliki serapan anggaran tertinggi secara berturut-turut adalah, Jawa Timur (17,0 persen), Lampung (16,0 persen), Sumatera Selatan (15,0 persen), Sulawesi Utara (15,0 persen), dan Nusa Tenggara Barat (15,0 persen).

(asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya