- VIVA/Fajar GM
VIVA.co.id – Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama mengatakan kecurigaannya terhadap pengelolaan dan pengawasan di bank Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) milik Pemerintah Provinsi DKI, Bank DKI. Kecurigaan itu sudah ada sejak ia pertama kali menjabat sebagai wakil gubernur DKI pada 2012.
Sifat perusahaan Bank DKI yang sahamnya hanya dimiliki dua pihak, Pemerintah Provinsi DKI dan PD Pasar Jaya, membuat bank yang didirikan pada 1961 itu tak terawasi dengan ketat kinerjanya.
"Pengawasannya itu enggak gampang," ujar Ahok, sapaan akrab Basuki, di Balai Kota DKI, Rabu, 20 April 2016.
Ahok mengatakan, hal itu merupakan penyebab yang menuntut jajaran direksi Bank DKI untuk segera membawa perusahaannya menjadi perusahaan publik. Bank DKI juga dituntut memiliki rekanan strategis bank swasta nasional, maupun internasional.
Dengan demikian, pengawas kinerja Bank DKI tidak hanya unsur pemerintah. Unsur swasta yang memiliki kepentingan agar investasi mereka di Bank DKI memberikan keuntungan balik bagi mereka juga memelototi kinerja Bank DKI. “Kami harap Bank DKI bisa seperti itu," ujar Ahok.
Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta telah menetapkan dua tersangka baru yang keduanya merupakan mantan jajaran manajemen Bank DKI, dalam kasus pemberian kredit yang merugikan keuangan pemerintah pada 2013.
Kedua tersangka itu adalah mantan Direktur Utama Bank DKI Eko Budiwiyono, dan Direktur Pemasaran Bank DKI pada 2014, Mulyatno Wibowo.
Eko dan Mulyatno bertanggung jawab atas pemberian kredit sebesar Rp230 miliar kepada PT Likotama Harum dan PT Mangkubuana Hutama Jaya. Keduanya bertindak seperti pemenang lelang proyek pembangunan infrastruktur di luar Jakarta.
Pemberian kredit merugikan, karena kedua perusahaan diketahui menggunakan berbagai dokumen dan data palsu agar seolah menjadi pemenang lelang.