Kisah Kalijodo dari Cari Jodoh Hingga Berburu Rezeki

Ilustrasi/Aktivitas warga di kawasan Kalijodo, Jakarta Barat
Sumber :
  • VIVA.co.id/Anhar Rizki Affandi

VIVA.co.id – Mendengar nama Kalijodo di Jakarta, mungkin yang terbayangkan adalah sebuah lokasi prostitusi.

Pecahan Tembok Berlin Bersemayam di Eks Prostitusi Kalijodo

Tapi tahukah Anda, sebenarnya pada zaman kolonial Belanda, kawasan yang terletak di dua wilayah kecamatan, yakni Kecamatan Tambora, Jakarta Barat dan Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara itu adalah sebuah tempat yang indah dan selalu menjadi buruan muda-mudi untuk memadu kasih.

Budayawan Betawi, Ridwan Saidi mengatakan, Kalijodo pada era 1930-an dikenal dari kebiasaan warga keturunan Tionghoa pada zaman itu. Di mana, para muda-mudi pada saat perayaan Peh Cun, ada pesta perahu, baik laki-laki maupun perempuan menaiki perahu dan saling lempar kue.

Djarot: Kolong Tol Kalijodo Incaran Pendatang Baru Jakarta

"Perempuan dan laki-laki saling timpukan (lempar) kue kacang hijau, kalau (laki-laki dan perempuan) saling timpukan itu namanya jodoh. Mangkanya dinamakan Kalijodo," kata Ridwan Saidi baru-baru ini.

Sejak saat itu, nama Kalijodo semakin terkenal seantero sebagai tempat mencari pasangan. Namun, pada awal kemerdekaan sekitar tahun 1950-an, pemerintah mengeluarkan kebijakan larangan munculnya karaoke dan rumah-rumah hiburan sejenisnya di kawasan Senen.

RPTRA Kalijodo Ramai di Libur Lebaran

Imbas dari pelarangan itu, menurut sejarawan Jaja Rizal, maka akhirnya pekerja hiburan di lokasi tersebut hengkang ke kawasan Kalijodo, tempat yang dikenal sebagai orang mencari pasangan.

"Kalijodo itu proyek prostitusi yang sudah tua. Ini muncul setelah (kawasan Senen) masa Revolusi.  Di masa ekonomi sulit pada zaman revolusi, orang perlu semacam pelepasan hasrat," kata Jaja Rizal.

Jaja mengatakan, ada metamorfosa atas nama Kalijodo. Rizal mengatakan, pada awalnya aktivitas di Kalijodo sesuai dengan namanya, yaitu dipakai warga untuk nongkrong dan tempat mencari jodoh. "Jadi, seperti kalau sekarang, ya tempat untuk hang out," kata dia.

Aktivitas itu berubah pada akhir 1950-an, menyusul penggusuran tempat hiburan di kawasan Senen. Maka, akhirnya banyak yang mencari tempat baru dan akhirnya sampai di Kalijodo.

"Tahun 1950-an akhir itu ada ekspansi, (Kalijodo) berubah pelan-pelan dari tempat nongkrong dan cari jodoh, jadi tempat orang cari rezeki dengan jual diri, cari uang. Komunitas awal yang ada (nongkrong dan cari jodoh), kemudian ditinggal (hilang)," kata Jaja.

(asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya