Penanggulangan Banjir di Ibu Kota Belum 'Ideal'

Banj Banjir merendam jalan di depan Istana Merdeka, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.
Sumber :
  • ANTARA/Fanny Octavianus
VIVA.co.id
Kerusakan di Daerah Aliran Sungai Kian Parah
- Langkah Pemerintah Provinsi DKI mengantisipasi bencana banjir tahunan di Jakarta belum dapat dikatakan ideal. Kepala Seksi Kesiapsiagaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI, Andi Firdaus mengatakan, agar bisa dibilang optimal, semua program mitigasi bencana banjir jangka panjang seperti normalisasi kali, waduk, serta pembuatan tanggul laut raksasa harus selesai.

Anggaran Banjir Minim, Belum Semua Sungai Dibenahi

"Tapi itu kan program jangka panjang, butuh dana besar, dan masih terus berjalan," ujar Firdaus saat dihubungi melalui sambungan telepon pada Selasa, 1 Desember 2015.
1,7 Juta Orang Indonesia Terdampak Bencana dalam Enam Bulan


Namun, karena semua program itu masih berjalan, agar setidaknya dikatakan ideal dalam tindakan mitigasi jangka pendek, Pemerintah Provinsi DKI harus mampu memperbanyak pompa di 125 titik rawan banjir yang ada di seluruh Jakarta.


"Agar Jakarta bebas banjir, idealnya pompa diperbanyak," ujar Firdaus.


Firdaus bercermin kepada cara yang dilakukan Pemerintah Kota Rotterdam. Di kota yang terletak di negara Belanda itu, bencana banjir sudah 30 tahun tak pernah melanda. Padahal, Belanda, khususnya kota Rotterdam, terkenal sebagai wilayah yang daratannya berada di bawah permukaan laut.


"Mereka memperbanyak pompanisasi," ujar Firdaus.


Saat genangan air mencapai titik ketinggian tertentu, Firdaus mengatakan, pompa-pompa air di sana secara otomatis bekerja menyedot genangan dan membuangnya ke laut di balik tembok tanggul yang dibuat tinggi.


Untuk saat ini, Firdaus mengatakan, langkah penanganan banjir Jakarta yang dilakukan DKI juga tengah menuju ke sana. Hanya, karena untuk realisasinya membutuhkan waktu yang cukup lama, sembari berjalan, DKI memprioritaskan langkah tanggap bencana.


Sejak bulan Agustus 2015, BPBD telah mempersiapkan 5.000 orang kader siaga bencana. Mereka bersiaga di lima wilayah Jakarta dan berasal dari beragam profesi, latar belakang, dan kemampuan.


"Mereka berkomitmen siap membantu sesuai kemampuan masing-masing," ujar Firdaus.


Dari segi kesiapan aparat pemerintah, Dinas Sosial DKI telah menyiapkan kader Taruna Siaga Bencana (Tagana). Dinsos, juga membentuk sejumlah kampung siaga bencana. Sementara, Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana telah menyiapkan Barisan Relawan Pemadam Kebakaran (Balakar).


Selain itu, aparat dari sebelas Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di bidang teknis siap membantu. Ditambah personil TNI/Polri dan para relawan, Firdaus mengatakan, jumlah personil penanganan banjir Jakarta di musim penghujan tahun ini mencapai lebih dari 20.000 orang.


Firdaus menampik jika Pemerintah Provinsi DKI masih belum siap mengambil langkah penanganan saat bencana banjir terjadi. Firdaus menegaskan prioritas penanganan bencana DKI saat ini adalah langkah tanggap bencana. Banjir, juga telah menjadi bencana rutin di Jakarta. Para personil, sebagian besar telah terbiasa menghadapi bencana itu.


Terakhir, Firdaus mengatakan, untuk menghadapi sebuah bencana, BPBD sendiri telah memiliki tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yang sudah ditetapkan. Keberadaan dasar hukum Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana menegaskan peran BPBD sebagai koordinator utama penanggulangan bencana. Hal itu menyebabkan pada saat bencana terjadi, upaya penanganan yang dilakukan menjadi tertib dan terkoordinir.


"Kita bertugas memaksimalkan koordinasi pada 11 SKPD, juga mengkoordinasi langkah penanganan bencana yang bersama-sama dilakukan Polda, Kodam, LSM, dan relawan," ujar Firdaus. (ren)


Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya