Mantan Wali Kota Tangerang: Semoga Ahok Sadar

Wahidin Halim
Sumber :
  • Istimewa

VIVA.co.id - Tindakan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama untuk meratakan Kampung Polo, Jakarta Timur, dikiritik banyak pihak. Salah satunya mantan Wali Kota Tangerang Wahidin Halim.

Sebelumnya, Ahok, sapaan Basuki, ketika masih menjabat sebagai anggota DPR pernah memarahi Wahidin yang tengah merelokasi warga di bantaran Kali Cisadane.

Atas pernyataan itu, Wahidin yang kini menduduki jabatan anggota Komisi II DPR angkat bicara. Dia mengaku, walaupun saat ini Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta melakukan penggusuran warga Kampung Pulo dan dia sebagai pimpinan Komisi II DPR, Wahidin tidak memaki-maki Ahok, tapi hanya berdoa semoga Ahok sadar bahwa memimpin kota dan mengurus rakyat itu tidak gampang.

Bekas Warga Kampung Pulo: Ahok Memiskinkan Rakyat

"Terlebih ketika mengambil kebijakan yang dinilai melukai hati nurani rakyat," ujar Wahidin kepada VIVA.co.id, Rabu, 26 Agustus 2015.

Wahidin menjelaskan, saat menjabat sebagai Wali Kota Tangerang, kebijakan penggusuran bangunan warga di bantaran Kali Cisadane bukan tindakan represif dan intimidatif, dan juga tidak menimbulkan korban fisik seperti kasus Kampung Pulo. Dia mengklaim, tindakan itu juga sudah sesuai dengan aturan dan tahapan yang benar.

"Setelah melalui komunikasi yang intens dengan melibatkan beberapa pihak terkait, akhirnya warga secara sadar meninggalkan lahan tersebut sampai sekarang, bahkan ada yang membongkar sendiri bangunannya," kata Wahidin.

Dia mengatakan, hal ini sempat dibahas saat rapat dengan Komisi II DPR dan sudah clear serta kebijakannya bisa dipahami, karena secara nyata bangunan tersebut telah melanggar Garis Sepandan Sungai (GSS) 20 meter yang membahayakan keselamatan warga, sedangkan saat itu sedang musim hujan yang berpotensi banjir sehingga dilakukan normalisasi sungai Cisadane.

Kebijakan penggusuran oleh Pemkot Tangerang ketika itu, lanjut dia, bukanlah terhadap permukiman warga, apalagi Ahok menyebut-nyebut sebagai permukiman warga Cina Benteng, tapi ada juga masyarakat urban dari berbagai suku yang mendirikan bangunan, ternak babi ilegal dan melanggar garis sempadan serta tidak memiliki bukti kepemilikan lahan.

"Akhirnya warga juga sadar bahwa selama beberapa tahun mereka memang telah menempati lahan dan mendirikan bangunan pada lahan yang bukan haknya," kata dia.

Sementara itu, terkait statement Ahok terkait ganti rugi warga yang bangunannya melanggar Garis Sempadan (GSS) di bantaran Kali Cisadane  dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah tidak bisa dibenarkan.

Hal ini, kata dia setelah pihak Pemkot Tangerang berkonsultasi dengan penegak hukum seperti Kejaksaan dan BPK RI, bahkan kepada Komisi II saat rapat yang dipimpin oleh Chairuman Harahap (Ketua Komisi II DPR RI saat itu), dan semuanya memahami dan melarang penggunaan dana APBD yang tidak sesuai aturan.

"Termasuk untuk dana kerahiman yang disebut-sebut oleh Ahok itu melanggar hukum. Saya menduga Ahok keliru atau tidak faham dengan menyatakan bahwa dana kerohiman saat itu (2010) telah ada di APBD Kota Tangerang dan bisa dikeluarkan, padahal tidak ada dalam APBD," kata dia.

Kecuali, lanjut dia, lahan dan bangunan tersebut memiliki izin dan ada bukti kepemilikan berupa sertifikat tanah dan lain-lain.

Terlebih, tidak ada istilah dana kerahiman dalam struktur dan nomenklatur APBD sebagaimana aturan yang berlaku.

"Coba saja sekarang, mana berani Ahok keluarkan dana kerohiman dari APBD DKI buat warga kampung pulo yang bukan pemilik sah lahan tersebut," katanya.

Normalisasi Ciliwung Telat, Ahok Salahkan Warga Kampung Pulo
Gubernur DKI Jakarta, Basuki Thahaja Purnama (Ahok)

Salahnya Jakarta Cuma Satu, Gubernurnya Bernama Ahok

"Jadi memang sudahlah, kadang-kadang ini salahnya Jakarta"

img_title
VIVA.co.id
10 Agustus 2016