Pengadilan Singapura Menangkan Gugatan 2 Guru JIS

Kasus JIS
Sumber :
  • ANTARA/Muhammad Adimaja

VIVA.co.id - Pengadilan Singapura mengabulkan gugatan dua terdakwa kasus dugaan pelecehan seksual terhadap anak didik di Jakarta International School (JIS), Jakarta Selatan. Kedua terdakwa yakni Neil Bantleman (Neil) dan Ferdinant Tjiong (Ferdi). Keduanya diketahui guru di sekolah elite tersebut.

Dua terdakwa diketahui melayangkan gugatan pencemaran nama baik ke Pengadilan Singapura kepada orangtua siswa yang memasukkan mereka ke penjara, yakni DR.

Dalam vonis putusan dengan nomor perkara 779 tahun 2014 yang diputus pada 16 Juli 2015, Pengadilan Singapura menyatakan bahwa semua tuduhan DR terkait tindak kekerasan seksual terhadap anaknya yang dilakukan oleh Neil dan Ferdi tidak terbukti.

Putusan tersebut dimuat di harian di The Straits Times Singapura tanggal 21 Juli 2015 lalu. Selain memang atas gugatan, orangtua siswa diwajibkan membayar ganti rugi total sebesar 230 ribu dolar Singapura atau sekitar Rp2,3 miliar.

Terpidana Kasus JIS Diterbangkan dari Bali ke Jakarta

Dari jumlah itu, DR harus membayar kepada Neil dan Ferdi sebesar 130 ribu dolar Singapura. Kemudian ganti rugi kepada JIS sebesar 100 ribu dolar, karena ulah DR dinilai telah merugikan sekolah tersebut.

Kabar ini juga sudah sampai di telingan istri Ferdi, Sisca Tjiong. Dia merasa bersyukur atas putusan tersebut.

“Saya bersyukur bahwa kebenaran itu akhirnya ada yang terungkap dengan hasil putusan Pengadilan Singapura. Doa-doa anak-anak saya yang semakin menderita sejak Ferdi ditahan lebih dari 12 bulan lalu mulai terjawab," ujar Sisca kepada wartawan, Kamis, 30 Juli 2015.

Sisca menjelaskan, ada tiga pertimbangan yang memenangkan suaminya itu, di antaranya di tubuh siswa yang menjadi korban tidak ditemukan bukti mengalami kekerasan seksual.

"Hal itu didukung oleh fakta persidangan berupa hasil pemeriksaan media dari RS KK Women's and Children's Hospital yang tidak menemukan luka atau bekas luka di daerah lubang pelepasan si anak. DR dan suaminya berulang-ulang menanyakan kepada si anak apakah ia mengalami kekerasan seksual, namun si anak tetap mengatakan tidak pernah," kata Sisca membaca putusan itu.

Menurutnya, hasil pemeriksaan medis RS KK Women's and Children's Hospital tersebut dilakukan oleh tim dokter yang meliputi ahli bedah, ahli anastesi dan ahli psikologi.

"Agar hasilnya akurat, pemeriksaan dilakukan melalui proses anuskopi lengkap di mana anak harus dibius total (anastesi) dulu, sehingga bagian dalam anus dapat terlihat jelas. Pemeriksaan inilah yang tidak dilakukan di Indonesia. Karena si anak hanya diperiksa di Unit Gawat Darurat dan proses anuskopi tidak dilakukan," ujarnya.

Putusan lainnya, pengadilan menemukan bukti pesan tertulis yang dikirimkan DR (ibu korban) kepada seorang temannya yang mengomentari pemberitaan media massa mengenai kasus ini.

Dalam pesan itu, DR menyatakan bahwa berita-berita di media berlebihan dan ia tidak pernah mengatakan kalau anaknya mengalami kekerasan seksual lebih dari 20 kali.

"Terkait tuduhan kepada JIS, pengadilan tidak menemukan bukti atas tuduhan sekolah menutup-nutupi kasus yang terjadi. Sekolah justru terbukti berinisiatif melakukan investigasi mengenai kejadian ini secara sukarela," kata Sisca.

Tracy Bantleman (isteri dari guru Neil Bantleman) mengaku menghormati putusan Pengadilan Singapura tersebut.

"Saya percaya putusan tersebut adil dan kuat karena didasari oleh bukti-bukti yang sahih. Keputusan pengadilan Singapura juga membuktikan bahwa sesuai bukti-bukti persidangan dan uji medis yang komprehensif, si anak tidak pernah mengalami kekerasan seksual. Semoga keputusan ini dapat menjadi jalan bagi Neil dan Ferdi meraih keadilan dan kebenaran atas tuduhan yang tidak pernah mereka lakukan," katanya.

Sebelumnya, Neil dan Ferdi divonis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan selama 10 tahun penjara. Mereka dihukum karena diduga melakukan pelecehan seksual kepada anak didiknya.

Dua guru JIS kembali ditahan.

Dua Guru JIS Kembali ke Penjara

Mahkamah Agung lewat putusan kasasinya memvonis 11 tahun penjara.

img_title
VIVA.co.id
26 Februari 2016