Tiba di Balaikota, Ahok Emosi Lihat Warga Pinangsia

Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Balaikota.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Fajar GM

VIVA.co.id - Baru saja tiba di Balai Kota DKI, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama meluapkan emosinya kepada belasan warga yang mengaku sebagai bekas penghuni kawasan Pinangsia, Jakarta Barat. Mereka adalah warga yang digusur Pemerintah Provinsi DKI pada Rabu, 27 Mei 2015.

Berdasarkan pantauan VIVA.co.id, belasan warga itu telah menunggu kedatangan Ahok, sapaan akrab Basuki, sejak pukul 07.00 WIB. Mereka membawa 3 orang anak yang mereka sebut sebagai siswa sekolah meski mereka tidak mengenakan seragam.

Setibanya Ahok pada sekitar pukul 07.45 WIB, seorang ibu berkerudung berwarna kuning yang mengaku bernama Wulastri segera menghampiri dan mengadukan bahwa kini ia tidak memiliki tempat tinggal tetap setelah rumahnya diruntuhkan pekan lalu. "Kami butuh rumah Pak, butuh tempat tinggal," ujar ibu itu, Rabu, 3 Juni 2015.

Ahok menimpalinya dengan menjelaskan bahwa Pemerintah Provinsi DKI telah menyediakan 2 kompleks rumah susun, yakni Rusun Daan Mogot, dan Rusun Marunda sebagai tempat untuk merelokasi warga.

Prijanto Klaim Keluarga Bung Hatta Sesali Tutur Kata Ahok

Namun belum selesai Ahok memberi penjelasannya, ibu tersebut memotong perkataan Ahok dengan mengatakan bahwa kedua rusun yang disediakan oleh Pemprov DKI itu terlalu jauh dari lokasi mereka tinggal saat ini.

"Kita maunya dipindah ke Rusun Muara Baru," ujar ibu itu.

Mendengar permintaan ibu tersebut, emosi Ahok mulai terlihat meninggi. Ia mengatakan bahwa kapasitas Rusun Muara Baru saat ini tak akan cukup menampung sebanyak 144 Kepala Keluarga Pinangsia yang pekan kemarin rumahnya digusur.

"Kalau mau di sana, ibu tunggu sampai kami bangun lagi (tower rumah susun) di Muara Baru," ujar Ahok.

Ibu itu kemudian memaparkan alasannya enggan direlokasi ke Rusun Marunda dan Rusun Daan Mogot. Dengan menunjuk ketiga orang anak yang mereka bawa serta, ibu itu mengatakan bahwa ketiga anak tersebut adalah anak-anak yang berprestasi di sekolahnya. "Kasihan Pak, mereka berprestasi," ujar dia.

Bila dipindah ke rusun yang letaknya jauh, ia menyampaikan kekhawatirannya  prestasi ketiga anak itu akan menurun. Pasalnya, jika tempat tinggal mereka pindah, maka ketiga anak tersebut pun dipastikan harus pindah sekolah.

Mendengar penjelasan tersebut, emosi Ahok nampak semakin meninggi. Ia menganggap warga hanya diperalat oleh sebuah LSM yang bernama 'Jaringan Masyarakat Miskin Kota' dan memanfaatkan anak-anak hanya untuk memancing rasa iba.

"Saya sudah 2,5 tahun di Jakarta. Saya sudah tahu kalian, JMMK (Jaringan Masyarakat Miskin Kota) mainnya seperti apa," ucap Ahok.

Ahok mengatakan, seperti apapun kondisinya, pemukiman warga sepanjang 2,8 kilometer di bantaran Kali Ciliwung harus direlokasi karena Pemprov DKI hendak melakukan pekerjaan normalisasi sungai. Tanah yang digunakan untuk mendirikan pemukiman, juga diketahui sebagai tanah milik negara. "Itu artinya pemukimannya liar," ujar Ahok.

Ahok nampak enggan meladeni lagi warga meski warga terus berusaha menahannya. Sambil berlalu dan menuju ke ruangan kerjanya di pendopo Balai Kota, Ahok menyindir mereka dengan mengajak warga untuk bertempat tinggal di lahan Balai Kota DKI yang juga merupakan tanah milik negara dan tidak diperuntukkan sebagai tempat tinggal.

"Logikanya seperti itu. Lahan Balai Kota bisa saja diduduki, tapi itu langgar aturan!" ujar Ahok sembari masuk ke ruangan kerjanya.

Belasan warga itu kemudian nampak tetap bertahan di pendopo Balai Kota. Beberapa di antaranya, beranjak ke Gedung Blok B untuk kembali mengadukan nasibnya kepada Wakil Gubernur Djarot Saiful Hidajat. Mereka menunggu Djarot menerima mereka.

Unjuk rasa anti-Ahok

Minat Investasi Tak Terpengaruh Aksi Demo 4 November

Ekonomi Indonesia tetap akan bergerak pada jalurnya.

img_title
VIVA.co.id
4 November 2016