Skandal Asmara Raden Saleh

Raden Saleh
Sumber :
  • VIVA.co.id/Dody Handoko
VIVA.co.id
Kisah Pelukis Arwah Si Manis Jembatan Ancol
- Saat pemerintahan Raja Willem II (1792-1849) Raden Saleh mendapat dukungan serupa. Beberapa tahun kemudian,
Cerita Bung Karno Jadi Model Patung Bundaran HI
dikirim ke luar negeri untuk menambah ilmu. Salah satunya ke Dresden, Jerman. 

Di sini ia tinggal selama lima tahun dengan status tamu kehormatan Kerajaan Jerman, dan diteruskan ke Weimar, Jerman (1843). Ia kembali ke Belanda tahun 1844. Selanjutnya ia menjadi pelukis istana kerajaan Belanda.

Dr.Werner Kraus dalam karyanya Raden Saleh, Interpretation of the Arrest of Diponegoro, menuliskan Raden Saleh hidup dengan gaya kosmopolitan di Den Haag. Dia gemar kongko di Franse Koffihouse, tempat hang out seniman-seniman muda Eropa. Dia kerap menggunakan celana panjang putih, rompi Kasmir warna kuning, kaus Inggris warna putih serta jaket Rusia warna hijau.

Di balik gaya hidupnya tersebut, Raden Saleh rupanya meninggalkan utang kepada tukang jahit. Dia juga terlibat skandal asmara dengan gadis-gadis Den Haag.

Saat itu, hubungan asmara antara pria Asia dengan wanita Belanda memang masih tabu. Skandal asmara itu pula yang membuat pemerintah Belanda mengusir Raden Saleh dengan segera.

Raden Saleh tidak mau pulang ke Jawa dan memilih berpetualang di Jerman. Dia tinggal di Duesseldorf, Berlin hingga Dresden. Selama di Dresden, dia tinggal di rumah bangsawan Serre.

Negeri lain yang ia kunjungi: Austria dan Italia. Pengembaraan di Eropa berakhir tahun 1851 ketika ia pulang ke Hindia bersama istrinya, wanita Belanda yang kaya raya.

Tak banyak catatan sepulangnya di Hindia. Ia dipercaya menjadi konservator pada "Lembaga Kumpulan Koleksi Benda-benda Seni". Beberapa lukisan potret keluarga keraton dan pemandangan menunjukkan ia tetap berkarya. Yang lain, ia bercerai dengan istri terdahulu lalu menikahi gadis keluarga ningrat keturunan Keraton Solo.

Di Batavia ia tinggal di rumah di sekitar Cikini. Gedungnya dibangun sendiri menurut teknik sesuai dengan tugasnya sebagai seorang pelukis. Sebagai tanda cinta terhadap alam dan isinya, ia menyerahkan sebagian dari halamannya yang sangat luas pada pengurus kebun binatang. Kini kebun binatang itu menjadi Taman Ismail Marzuki. Sementara rumahnya menjadi Rumah Sakit PGI Cikini, Jakarta.

Tahun 1875 ia berangkat lagi ke Eropa bersama istrinya dan baru kembali ke Jawa tahun 1878.

Selanjutnya, ia menetap di Bogor sampai wafatnya pada 23 April 1880 siang hari, konon karena diracun pembantu yang dituduh mencuri lukisannya. Namun dokter membuktikan, ia meninggal karena trombosis atau pembekuan darah.

Tertulis pada nisan makamnya di Bondongan, Bogor, "Raden Saleh Djoeroegambar dari Sri Padoeka Kandjeng Radja Wolanda". Kalimat di nisan itulah yang sering melahirkan banyak tafsir yang memancing perdebatan berkepanjangan tentang visi kebangsaan Raden Saleh.

Kraus cermat menelisik segala dokumen. Bahkan sampai kemungkinan Saleh pernah terkena sifilis, sehingga mandul. Namun, sayang, Kraus tak sempat memberi kepastian ihwal penyebab kematian Raden Saleh, yang terjadi pada 23 April 1880.

Benarkah ia wafat lantaran diracun oleh pembantu yang dituduh mencuri lukisannya di pesanggrahannya yang adem di belakang Hotel Bellevue, Bogor? Padahal koran Java Bode telah memberi pancingan demikian:

"Denger-dengeran bilang jang Raden Saleh mati sebab orang kasi makan ratjoen padanja, tetapi dokter-dokter soeda preksa tiada sebegitoe adanja. Bagaimana dokter poenja pendapetan Raden Saleh soedah mati mendadak sebab satoe oerat darahnja poetoes dengan sendirinja, dan darah bertjoe-tjoeran didalem badannja."

Lalu benarkah Raden Saleh pernah meminta ampun habis-habisan kepada pemerintah dan Ratu Belanda seraya menulis bahwa ia sama sekali tak berempati kepada perjuangan Diponegoro? Dokumen "minta ampun" ini disiarkan dalam Tijdschhrift voor Nederlandsch-Indie, 1873.

Dari pernikahannya sebanyak  dua kali, Raden Saleh tidak memiliki anak. Yang tersisa sekarang adalah keturunan dari keponakan atau anak dari paman. Dalam perjalanan menempuh pendididikan di Belanda, Raden Saleh membawa serta seorang keponakannya. Keponakannya ini menikah dengan orang Belanda sehingga sampai saat ini menurunkan Dr George Hans Hundeshagen.

Sedang dari keponakannya di Semarang saat ini masih ada Rr Hartati yang tinggal di Kampung Kepatihan, Semarang. Rr Hartati merupakan keturunan dari Raden Ngabehi Surodirjo, salah seorang putra dari R Sayid Husein, yang artinya saudara kandung dari Raden Saleh.

Pria Ini Sampaikan Kemerdekaan Indonesia ke Dunia
![vivamore=" Baca Juga
:"]

[/vivamore]
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya