Misteri Suara Gaduh di Museum Kota Tua

Museum Seni Rupa dan Keramik
Sumber :
  • VIVA.co.id/Dody Handoko
VIVA.co.id
Kisah Pelukis Arwah Si Manis Jembatan Ancol
- Gedung Museum Seni Rupa dan Keramik  di kawasan kota lama , Jakarta ini dibangun pada 1870. Dahulu tahun 1870 gedung ini berfungsi sebagai Ordinaris Raad Van Justitie Binnen Het Casteel Batavia atau lebih dikenal dengan Dewan Kehakiman Pada Benteng Batavia.  Kemudian pada masa pendudukan Jepang dan perjuangan kemerdekaan Indonesia gedung ini digunakan sebagai asrama militer.

Cerita Bung Karno Jadi Model Patung Bundaran HI

Sekitar 400-an karya seni rupa yang kebanyakan berupa keramik, lukisan, serta ukiran dari berbagai daerah dan berbagai periode dipamerkan di sini.

Ruangan pertama di sayap utara. Di ruangan ini dipamerkan berbagai benda keramik yang diambil dari sejumlah kapal dari berbagai bangsa yang tenggelam di perairan Indonesia.

Dari benda-benda yang dibawa oleh kapal-kapal ini bisa diketahui apa saja komoditas saat itu, jalur-jalur mana saja yang dilewati, dan periode kapal itu melintas di nusantara. Selain itu juga bisa diketahui adanya jaringan perdagangan yang terjadi di Asia pada abad 9-10.

Kebanyakan benda-benda yang dipamerkan di ruangan ini berupa guci-guci yang sudah lapuk dan ditempeli kerang di sana-sini. Selain itu ada juga semacam perhiasan yang berbentuk semacam kelereng yang sudah lapuk dan tidak berbentuk.

Museum Seni Rupa dan Keramik

Pria Ini Sampaikan Kemerdekaan Indonesia ke Dunia

Gerabah, salah satu koleksi Museum Seni Rupa dan Keramik, Jalan Pos Kota Jakarta (VIVA.co.id/Dody Handoko)

Di lantai atas terdapat ruangan yang menyimpan berbagai koleksi keramik dari China, Jepang, Arab, dan Eropa. Koleksi ini berupa piring-piring dan alat makan dengan hiasan pola tertentu yang dari situ bisa diketahui periode pembuatannya.

Keramik-keramik dari Dinasti Yuan (abad 14 M) dominan berwarna hijau, keramik dari Dinasti Ming (abad 15) yang bermotif dan dominan menggunakan warna biru, Dinasti Tang (abad 7-10 M) yang kebanyakan polos tanpa motif dengan dominan warna kuning, Dinasti Qing (abad 18 M), Dinastio Sung (abad 13 M), keramik dari Jepang, keramik dari Eropa bergambar hiraldik, hingga keramik Arab abad 19/20 bertuliskan huruf Arab dalam bahasa Melayu.

“Di ruangan ini cukup seram, ada beberapa orang yang melihat penampakan seperti orang-orang China masa lalu, mereka kadang terlihat berjalan ke sana kemari lalu lenyap,” kata Zeni, pedagang asongan yang jualan di depan museum.

Beberapa lukisan terkenal dipamerkan di ruangan ini, antara lain lukisan berjudul “Ibu Menyusui” karya Dullah, “Potret Diri” karya Affandi, “Laskar Tritura” karya S Sudjojono, dan “Dancing in the Cloud” karya Antonio Blanco.

Di halaman belakang terdapat patung-patung kayu berukiran tottem besar. Pohon sawo dan melinjo nampak menghiasi halaman belakang ini membuat udara sedikit segar. Di sepanjang koridor juga disediakan bangku-bangku untuk beristirahat sambil menikmati kicauan burung yang hinggap di pohon-pohon di halaman belakang ini.

Di sayap selatan, tepat di ujung ruang pamer lukisan, terdapat ruang keramik yang memamerkan keramik-keramik dari Asia semacam Thailand dan Vietnam. Di ruangan ini juga terdapat tangga menuju ke atas.

Ada koleksi yang menarik yang disebut dengan kendi susu. Kendi ini unik karena di bagian moncong terdapat gelembung yang sekilas memang tampak seperti payudara (susu). Meski kendi ini berasal dari Thailand, namun masyarakat mengenalnya dengan nama kendi Majapahit.

“Di ruangan ini kadang terdengar suara gaduh padahal tidak ada pengunjung,” ungkapnya.

Di lantai atas, keramik-keramik yang dipamerkan berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Mulai dari keramik kasongan, keramik Bandung, Kalimantan, dan sebagainya. Kebanyakan keramik-keramik ini terbuat dari tanah liat.

![vivamore="
Baca Juga
:"]

[/vivamore]
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya