Biro Hukum DKI Tak Bisa Dampingi PNS Tersangkut Korupsi APBD

Para pejabat DKI tidak tahan dengan tekanan Ahok.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Zabur Karuru

VIVA.co.id - Kepala Biro Hukum Pemprov DKI Jakarta, Sri Rahayu, mengatakan pihaknya tidak bisa mendampingi dua pegawai negeri sipil (PNS) DKI yang telah ditetapkan sebagai tersangka korupsi pengadaan Uninterruptible Power Supply (UPS) hingga proses pengadilan.

Ahok Tak Yakin Risma Sindir Dirinya

"Jadi fungsi kita cuma mendampingi selama pemeriksaan. Kalau udah masuk ranah pengadilan bukan tugas kami. Jadi disarankan cari pengacara sendiri," ujar Sri di Balai Kota, 31 Maret 2015.

Menurut Sri, PNS sepertinya tidak memiliki izin untuk menjadi pengacara dan mendampingi oknum pejabat DKI menjalani proses hukum di Kejaksaan Agung dan pengadilan.

"Bukan kita nggak mau, kita mau tapi keterbatasan tadi. Di Undang-undang sudah jelas kok KUHAP harus yang berijin. Kalau PNS nggak punya izin (pengacara)," ujarnya.

Sebelumnya Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, mengatakan bahwa Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kemungkinan besar tidak akan memberikan bantuan hukum kepada dua orang PNS yang diketahui merupakan pejabat pembuat komitmen (PPK) pada saat UPS itu diadakan pada tahun 2014 lalu.

Kisah Tak Harmonis Ahok dan DPRD DKI

Ahok, sapaan akrab Basuki, berkaca kepada kasus korupsi dalam pengadaan bus TransJakarta yang menjerat mantan Kepala Dinas Perhubungan DKI Udar Pristono pada tahun 2014. Pada saat itu, kata dia, Pemprov DKI tidak memberi bantuan hukum atas kasus yang menjerat Udar.

"Kasus Pak Pristono, kita tidak boleh sediakan pengacara ternyata," ujar Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa, 31 Maret 2015.

Penelitian: Ternyata Gaya Ceplas-ceplos Ahok Justru Disukai

Ahok mengatakan hal itu dikarenakan Udar mengkorupsi anggaran milik DKI sendiri. Hal itu, sedikit banyak mirip dengan kasus korupsi pengadaan UPS yang saat ini menjerat Alex dan Zainal.

Seperti yang diketahui, Kepala Subdirektorat V Direktorat Tindak Pidana Korupsi Polri Komisaris Besar Muhammad Ikram mengatakan, Alex dan Zaenal ditetapkan sebagai tersangka setelah melalui gelar perkara pada 27 Maret 2015. Keduanya bertindak sebagai pejabat pembuat komitmen saat pengadaan UPS tahun 201.

Dari 49 paket pengadaan UPS, Alex dan Zaenal menjadi tersangka di 25 paket pengadaan UPS. Adapun sisanya masih dalam penyidikan. Kedua tersangka dijerat Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke satu KUHP.

![vivamore="
Baca Juga
:"]

[/vivamore]

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya