Survei: 55,5% Warga Tak Masalah Jakarta Dipimpin Ahok

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
VIVA.co.id
Kendaraan yang Lintasi Medan Merdeka Mulai Dialihkan
- Diskriminasi terhadap kaum etnis minoritas terutama Tionghoa telah lama menjadi isu di Indonesia sebagai negara multi etnis. Namun, saat ini telah ada tren positif isu anti diskriminasi di Indonesia. Hal tersebut diketahui dari survei terbaru yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI).

Massa Demo dari Bekasi dan Tangerang Mulai Berdatangan

Dalam temuan tersebut, diketahui bahwa mayoritas publik mulai menerima memiliki pemimpin dengan etnis minoritas pada level daerah, misalnya Gubernur DKI Jakarta saat ini yang jabatannya dipegang oleh Busiki Tjahaja Purnama (Ahok) yang beretnis Tionghoa.

Meski begitu, mayoritas publik belum menerima jika mereka dipimpin  seseorang yang berasal dari etnis minoritas di level nasional atau presiden.

"Sebesar 55,5 persen publik menyatakan mereka bisa menerima jika wali kota atau bupati atau gubernurnya adalah seseorang yang berasal dari etnis minoritas. Hanya 39 persen yang menyatakan bahwa mereka belum bisa menerima jika kepala daerahnya dipimpin oleh etnis minoritas," ujar Ardian pada Konferensi Pers Hasil Temuan dan Analisis Survei Nasional LSI Denny JA bertajuk 'Publik Soal Pemimpin Perempuan dan Etnis Tionghoa?' di Gedung Kebudayaan Rusia, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat, 27 Maret 2015.

Sebaliknya, Ardian melanjutkan, pada level nasional hanya 36,9 persen publik yang menyatakan bahwa mereka siap menerima jika dipimpin oleh presiden yang berlatar etnis minoritas, misalnya etnis Tionghoa. Sebesar 56,8 persen publik menyatakan mereka belum siap jika memiliki presiden yang berasal dari etnis minoritas.

Namun, jumlah tadi telah mengalami peningkatan sebanyak 7 persen jika dibandingkan dengan survei LSI yang dilakukan pada sepuluh tahun lalu, yakni pada tahun 2005 di mana saat itu hanya 29,3 persen publik yang menerima seseorang dari etnis minoritas menjadi pemimpin baik itu di level daerah mapun nasional.

Isu diskriminasi lain yang menghangat di setiap perhelatan politik adalah kepemimpinan perempuan. Seringkali muncul perdebatan publik yang selalu dikaitkan dengan doktrin agama bahwa perempuan tidak bisa menjadi pemimpin.

Namun, survei LSI menunjukkan bahwa adanya peningkatan tingkat penerimaan kepemimpinan perempuan dalam politik nasional dari 41 ,3 persen (survei tahun 2005) menjadi 46,5 persen (tahun 2015).

"Saat ini publik sudah lebih bisa menerima jika Indonesia dipimpin oleh presiden perempuan. Walau jumlah yang menerima masih belum mayoritas, tapi jumlah itu tetap lebih besar daripada yang tidak bisa menerima kepemimpinan perempuan yakni sebanyak 37,8 persen," jelas Ardian.

Sedangkan sisanya, sebanyak 15,7 persen menyatakan tidak tahu atau tidak menjawab.

Berbeda dengan penerimaan perempuan dalam bidang politik yang masih di bawah angka 50 persen, penerimaan publik terhadap peran perempuan dalam bidang pendidikan dan pekerjaan ternyata lebih tinggi yaitu di atas 70 persen.

Sebagai informasi, survei dilakukan menggunakan quickpoll pada tanggal 23 hingga 25 Maret 2015 di 33 Provinsi di Indonesia. Survei menggunakan multistage random sampling dalam menarik sample sebanyak 658 responden dengan estimasi margin of error sebesar 3,9 persen.

Selain survei, LSI juga melengkapi data dan analisis melalui riset kualitatif dengan metode in depth interview, FGD dan analisis media.

Ahmad Dhani: Pengunjuk Rasa Terbelah Dua

![vivamore="Baca Juga :"]

[/vivamore]

Posko logistik demo 4 November

Ini Lokasi Posko Makanan, Minuman dan Medis untuk Pendemo

Ada empat posko yang disiapkan.

img_title
VIVA.co.id
4 November 2016