Menguak Hukum Gantung dan Pancung di Kota Tua (1)

Eksekusinya mati di Stadhuisplein, kini Kota Tua
Sumber :
  • (Collectie Tropenmuseum)

VIVA.co.id - Pada halaman muka Museum Sejarah Jakarta, atau yang dikenal juga sebagai Taman Fatahillah, dahulunya terdapat tiang gantungan. Saat eksekusi dilakukan, masyarakat beramai-ramai menonton peristiwa yang mengerikan karena merupakan hiburan kala itu.

Jumlah hukuman mati di Batavia dahulu kala ternyata cukup banyak, khususnya dari data yang diperoleh dari awal abad ke-18. Data itu menjelaskan perbandingan antara hukuman mati di Amsterdam dan Batavia, di mana Amsterdam yang jumlah penduduknya 210.000 orang, rata-rata terjadi lima hukuman mati per tahun.

Sedangkan di Batavia waktu itu, yang cuma dihuni oleh 130.000 orang, pelaksanaan hukuman mati bisa dua kali lebih besar daripada jumlah orang yang dihukum mati di Amsterdam per tahun.

Cerita Bung Karno Jadi Model Patung Bundaran HI

Aturan dan hukuman ala VOC ini sudah berlangsung sejak abad 17. Dalam balaikota, terdapat satu kamar penyiksaan seperti bangku dan alat skrup untuk menyakiti jari-jari mereka.

Menurut hukum kolonial, seseorang baru bisa dijatuhkan hukuman bila dia mengaku melakukan perbuatan yang dituduhkan. Kebanyakan perbuatan melawan hukum adalah persoalan kecil, seperti pencurian, fitnah, perbuatan makar karena mabuk atau berkelahi. Hukuman yang ringan adalah membayar denda atau pemecatan bagi pegawai kompeni, penahanan seluruh gajinya dan mengembalikan terdakwa ke Belanda.

Hukuman gantung pada masa kolonial untuk para kriminal di Batavia, eksekusinya biasanya dilaksanakan di Stadhuisplein (Lapangan Balai Kota) yang kini menjadi Taman Fatahillah di Kota Tua. Namun, pada awal abad ke-20, eksekusi hukuman mati tidak lagi dilakukan di Stadhuisplein, melainkan dilakukan secara tertutup atau bukan di tempat umum.

Ketika hukuman gantung berlangsung di Stadhuisplein, terpidana biasanya dieksekusi mati di tiang gantungan atau dengan pedang, atau bisa juga dengan semacam guillotine (alat eksekusi terkenal zaman Revolusi Prancis dulu).

Alwi Shahab, budayawan Betwai menuliskan, Gubernur Jenderal Jan Piterzon Coen pernah memancung seorang calon perwira muda VOC bernama Pieter Contenhoef di alun-alun Balai Kota (Stadhuis), kini Museum Sejarah Jakarta. Pasalnya, pemuda berusia 17 tahun itu tertangkap basah saat ‘bermesrahan’ dengan Sara, gadis berusia 13 tahun yang dititipkan di rumah Coen.

"Sara sendiri, didera dengan badan setengah telanjang di pintu masuk Balai Kota. Sara adalah puteri Jacquees Speex dari hasil kumpul kebonya dengan wanita Jepang," katanya.

![vivamore="Baca Juga :"]

Pria Ini Sampaikan Kemerdekaan Indonesia ke Dunia

[/vivamore]

(ren)

10 Kisah Urban Legend Paling Terkenal dari Asia
Skesta arwah

Kisah Pelukis Arwah Si Manis Jembatan Ancol

Aneh tapi nyata, namun begitulah faktanya.

img_title
VIVA.co.id
19 Januari 2016