Kisah Beda Si Pitung 4: Kalahkan Copet Sekampung

Ilustrasi Si Pitung
Sumber :
  • U-Report

VIVA.co.id - Tahun 1888-1912, komisaris polisi wilayah Meester Cornelis, Jatinegara, Batavia  dijabat oleh A.W. Van Hinne. Namanya menjulang ketika menguber seorang jagoan Betawi yang meresahkan kompeni itu. Sepak terjang Si Pitung membuat pembesar Batavia miris. Pitung diberitakan merampok beberapa orang kaya dan tuan tanah di Batavia, termasuk mengaku sebagai Demang.

Kisah Pelukis Arwah Si Manis Jembatan Ancol

Hasil rampokannya kemudian dibagikan kepada orang miskin di Batavia. Dalam beberapa aksinya, Pitung tidak sendirian tetapi dibantu oleh beberapa kawannya yakni Abdoelrachman, Merais, Ji’ih, Mat Jebul, Tocang Gering, dan Mudjeran.

Cerita sebelumnya:

Cerita Bung Karno Jadi Model Patung Bundaran HI


Memoles Potensi Wisata 'Kampung Si Pitung' Marunda


Si Pitung lahir di daerah Pengumben, di sebuah kampung di Rawabelong, Kebayoran Lama, yang pada saat ini berada di sekitar lokasi Stasiun Kereta Api Palmerah. Ayahnya bernama Bang Piung dan ibunya bernama Mpok Pinah. Si Pitung menerima pendidikan di pesantren yang dipimpin oleh Haji Naipin, seorang pedagang kambing.

Pitung merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara. Berdasarkan cerita rakyat (folklore) yang masih hidup di masyarakat Betawi, sejak kecil belajar mengaji di langgar di kampung Rawa Belong. Dia, menurut istilah Betawi, ‘orang yang denger kate’. Dia juga ‘terang hati’, cakep menangkap pelajaran agama yang diberikan ustadznya, sampai mampu membaca Alquran.

“Jadi Pitung berasal dari Rawa Belong, Kebayoran Lama, bukan dari Marunda,” kata Bachtiar, pimpinan sanggar Si Pitung, Rawa Belong, Kebon Jeruk, Jakbar.

Bachtiar, pimpinan sanggar Si Pitung

Bachtiar, pimpinan sanggar Si Pitung. (VIVA.co.id/Dody Handoko)

Alwi Shahab, budayawan betawi menulis bahwa selain belajar agama, dengan H Naipin, Pitung –seperti warga Betawi lainnya–, juga belajar ilmu silat. H Naipin, juga guru tarekat dan ahli maen pukulan. Masa mudanya, dihabiskan dengan mempelajari ilmu silat dengan pengawasan gurunya di Rawabelong selama mempelajari silat.

Kehebatan gerak silat Pitung diuji ketika usai menjual kambing di Tanah Abang. Uang hasil penjualan dicopet segerombolan pemuda. Terjadilah perkelahian dengan kawanan pencopet. Dalam beberapa jurus, seluruh copet kampung itu terkapar di tanah. Melihat kehebatan korbannya, kawanan pencopet itu malah meminta agar Pitung menjadi pemimpin mereka.

Kami akan mengulas kisah Si Pitung yang berbeda dengan yang lain dalam beberapa tulisan. Tulisan akan terbit setiap pagi. Nantikan tulisan-tulisan selanjutnya.

![vivamore="
Baca Juga
:"]

[/vivamore]
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya