Dianiaya, Wartawan Radar Bekasi Lapor Polisi

Kekerasan terhadap wartawan
Sumber :
  • VIVAnews/Erik Hamzah

VIVA.co.id - Kasus kekerasan terhadap wartawan kembali terjadi di Bekasi, Jawa Barat. Kali ini kasus itu menimpa wartawan koran Radar Bekasi (Jawa Pos Grup), Randy Yasetiawan Priogo (27).

Anak Buahnya Keroyok Wartawan, Kapolda Riau Minta Maaf

Randy telah melaporkan kepada Polisi mengenai penganiayaan yang dilakukan lima orang terhadap dirinya, di mana dua di antaranya diduga merupakan politisi dari salah satu partai. Peristiwa pengeroyokan itu terjadi di dalam Rumah Makan Bumbu Araunah, Jalan Serma Marzuki, Margajaya, Bekasi Selatan, Kota Bekasi, Kamis, 19 Februari 2015.

Menurut Randy, semula ia dihubungi oleh salah seorang politisi dan mengajaknya bertemu pada pukul 17.00 WIB di Rumah Makan Bumbu Araunah. Akan tetapi setibanya di lokasi dia malah dipukul di bagian wajahnya hingga mengalami luka memar.

Selain itu, Randy juga ditendang di bagian pinggang. Selama sekitar 15 menit dia menjadi bulan-bulanan lima orang itu hingga mengalami luka di bagian pipi kiri, lengan kiri, dan pinggang kiri.

Ia menjelaskan, aksi pemukulan mulai terjadi setelah para politisi tak bisa mengontrol emosi karena menilai berita yang telah dilaporkannya dan terbit pada Rabu, 18 Februari 2015, tidak sesuai dengan pernyataan yang mereka keluarkan.

Padahal, ia melanjutkan, ia sudah melakukan konfirmasi dan menuliskan berita sesuai dengan pernyataan yang diperoleh pada saat wawancara. "Saya menulis sudah sesuai fakta dan sudah konfirmasi, tapi malah langsung dipukul,” ujar Randi, usai membuat laporan polisi di Mapolresta Bekasi Kota.

Selain mengalami pemukulan, dia juga mengaku diancam. "Saya dipaksa menyerahkan KTP dan dicatat sama mereka alamat rumah saya. Dia bilang hati-hati karena sudah dicatat alamat rumahnya. Waktu saya nyerahin KTP saya ditampar," kata Randi.

Menanggapi permasalah itu, Ketua Asosiasi Jurnalis Independent (AJI) Jakarta, Umar Idris, dalam kesempatan terpisah, mengatakan bahwa kekerasan yang menimpa wartawan dapat dijerat dengan Pasal 18 ayat (1) dan (2), Undang-undang (UU) Pers Nomor 40 Tahun 1999. Dalam aturan tersebut terdapat adanya larangan tindakan melakukan penghalangan pada kinerja jurnalis dan tindakan kekerasan kepada jurnalis.

"Berarti politisi itu tidak paham aturan UU, dia bisa dijerat UU Pers dengan ancaman penjara dua tahun, dan denda Rp500 juta," kata Umar saat dihubungi melalui telepon.

Umar menjelaskan, jika ada pihak yang merasa keberatan dengan adanya pemberitaan yang telah diterbitkan oleh media, seharusnya melakukan ralat dan koreksi. Pihak media yang telah menerbitkan berita pun memiliki kewajiban untuk memuat ralat tersebut untuk melakukan koreksi pada pemberitaan yang terbit sebelumnya.

"Kami sangat menyesalkan hal ini. Kalau sudah menyampaikan ralat tetapi tidak dimuat itu yang salah medianya, tapi ini malah melakukan tindakan main hakim sendiri," kata Umar.

Selanjutnya, Umar menyarankan agar media terkait melaporkan kasus tersebut kepada pihak kepolisian dan menjerat pelaku dengan UU Pers. Karena kekerasan yang terjadi merupakan imbas dari berita yang telah diterbitkan.

Jurnalis Dipukul Polisi saat Kongres HMI, Kapolri Janji Usut

Baca juga:

Ilustrasi/Kekerasan jurnalis

Sedang Liputan, Wartawan Ini Diinjak-injak Polisi

Aksi penganiayaan terhadap jurnalis oleh polisi kembali berulang.

img_title
VIVA.co.id
30 Desember 2015