Ahok: Lurah Digaji Rp25 Juta Agar Tak Ambil Pungutan Liar

Ahok Siap Pimpin Jakarta
Sumber :
  • VIVAnews/Muhamad Solihin

VIVAnews - Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, berencana meningkatkan gaji para lurah di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Gaji lurah direncanakan Rp25 juta per bulan.

Menurut Ahok, sapaan akrab Basuki, gaji besar itu perlu diwujudkan untuk meningkatkan kesejahteraan para lurah, juga agar para pejabat eselon IV itu tidak perlu lagi melakukan pungutan-pungutan liar kepada warga.

"Jadi penghasilan totalnya kira-kira sebesar itu. Tapi dia enggak boleh nilep, enggak boleh pungli. Akan kita evaluasi terus karena lurah itu tanggungjawabnya berat. Ngurusin orang dari lahir sampai meninggal," ujar Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Jum'at, 19 Desember 2014.

Hizbullah Tembakkan 15 Roket ke Wilayah Israel

Alasan Pemprov

Dihubungi secara terpisah, Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Pemprov DKI I Made Karmayoga menyebutkan, kebijakan untuk meningkatkan penghasilan para lurah di Pemprov DKI ini akan mulai diberlakukan pada tahun anggaran 2015.

Menurutnya, kebijakan ini merupakan salah satu langkah untuk melaksanakan reformasi birokrasi di lingkungan Pemprov DKI. Reformasi birokrasi ini, dikatakan olehnya pada akhirnya akan meningkatkan profesionalitas PNS DKI, kemudian meningkatkan juga kualitas pelayanan yang diberikan oleh Pemprov DKI kepada masyarakat.

"Salah satu cara untuk melakukan reformasi birokrasi itu adalah dengan mengukur dan memberikan reward kepada para PNS. Jangan sampai penghasilan yang diterima oleh PNS yang bekerja dan PNS yang bermalas-malasan sama," ujar Made.

Daftar Harga Pangan 25 April 2024: Bawang Merah hingga Daging Sapi Naik

Sistem pengukuran kinerja PNS itu, dilakukan melalui pemberian Tunjangan Kinerja Daerah (TKD) yang berlaku secara dinamis. Made menuturkan, lurah sebagai PNS golongan IV selama ini hanya mendapat gaji pokok antara Rp3 hingga 4 juta.

Ditambah dengan tunjangan transportasi di kisaran Rp4 juta, pendapatan take home pay para lurah saat ini bisa mencapai hingga maksimal Rp10 juta.

"Usai diterapkannya sistem TKD dinamis, para lurah itu memang bisa membawa pulang hingga Rp25 juta. Tapi untuk mencapai nominal sebesar itu, mereka harus bekerja secara optimal karena kita juga menerapkan sistem reward and punishment," ujar Made.

Made menjelaskan, sistem reward and punishment memungkinkan Badan Kepegawaian Daerah melakukan penilaian kepada para lurah itu dengan memberikan atau mengurangi poin atas hal-hal yang dikerjakannya.

Ia mencontohkan, seorang lurah berhasil menyelesaikan masalah banjir yang telah rutin menggenangi daerahnya selama bertahun-tahun, maka secara otomatis lurah itu akan mendapatkan poin kinerja yang besar.

"Kemudian poin itu kita kalikan rupiah, dapatlah dia tunjangan itu yang dimasukkan ke pendapatan bulanannya ditambah dengan gaji dan tunjangan transportasi," ujar Made.

Tidak hanya penuntasan masalah besar seperti banjir, Made menyebutkan bahwa BKD juga melakukan penilaian kepada hal-hal seperti perilaku kerja, konsistensi, kedisiplinan, loyalitas, dan absensi.

Sindir Heru Budi, Ketua DPRD: Siapapun Pj Gubernurnya Kalau Gak Radikal Ya Jakarta Tetap Banjir

Selain itu, para lurah pun didorong untuk secara aktif menggunakan teknologi informasi dengan selalu mengirimkan laporan-laporan mengenai kondisi daerahnya melalui berbagai aplikasi Jakarta Smart City seperti QLUE, CROP, atau PetaJakarta.org yang diluncurkan di Balai Kota DKI beberapa waktu yang lalu, dalam rangka mengumpulkan poin untuk meningkatkan jumlah TKDnya setiap bulan.

"Seperti yang Pak Gubernur instruksikan, besarannya bisa Rp30.000 atau Rp50.000 untuk setiap kali pengiriman laporan. Jadi dengan sistem ini, para lurah akan berlomba-lomba untuk mengumpulkan poin, dan tidak mungkin membawa penghasilan yang sama ke rumahnya. Semua tergantung kinerja," ujarnya.

Kendati demikian, Made menyebutkan BKD juga menerapkan sistem punishment yang seimbang bagi para lurah itu. Sanksi pengurangan tunjangan hingga ancaman dicopot dari jabatannya dan ditempatkan di posisi staf non-eselon dengan gaji dan tunjangan minimal, menanti para lurah berkinerja buruk, senang memainkan anggaran, atau kedapatan masih mengutip pungutan liar (pungli) kepada warga yang ingin mengurus berbagai macam perizinan di kantor kelurahan.

"Dia datang terlambat saja, langsung terpotong rupiahnya. Kita jamin sistem ini berlaku adil tanpa bisa dicurangi, karena penilaiannya dilakukan dengan sistem teknologi informasi, bukan input formulir manual. Sistem teknologi informasi itu yang menentukan seorang lurah berprestasi atau pantas distafkan," ujarnya.

Penerapan sistem TKD secara dinamis di tahun 2015 ini,  tidak akan membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (ABPD) DKI tahun 2015 yang saat ini pengesahannya masih dalam tahap pembahasan dengan DPRD DKI.

Menurutnya, dari pengajuan besaran RAPBD DKI senilai Rp76,9 triliun, pos anggaran belanja pegawai hanya mencapai 18 persen atau sebesar Rp13,85 triliun.

"Besaran belanja pegawai ini kecil di APBD. Kita juga sudah menghilangkan honor-honor kegiatan dan tidak ada bentuk-bentuk belanja yang lain, sehingga penerapan sistem TKD dinamis ini tentunya tidak akan membebani APBD. Yang terutama kita mengutamakan keadlian dalam menilai kinerja untuk meningkatkan profesionalitas para lurah dan PNS," ujar Made. (ren)

Ilustrasi remaja.

Gak Nyangka, Ternyata Gen Z Punya Karakter Mulia Ini

hasil riset HILL ASEAN Study 2021, mengungkap bahwa Gen Z ternyata memang mengutamakan nilai-nilai kekeluargaan maupun komunitas. Mereka tumbuh jadi generasi harmonis.

img_title
VIVA.co.id
25 April 2024