"Tilep" Dana Pensiunan Rp33 M, Enam Pria Ini Ditangkap

Ilustrasi Penggelapan Uang
Sumber :
  • iStock
VIVAnews
Rupiah Mulai Perkasa Seiring Meredanya Konflik Israel-Iran
- Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Mabes Polri menangkap enam pria, masing-masing RK, FJR, RNLD, TKIQ, TLBN, dan MSHR. Keenam pria diduga melakukan penggelapan dan tindak pidana pencucian uang dana pensiun pegawai Bank Indonesia (BI).

Codeblu Divonis Gegar Otak Ringan Sebelum Tanding dengan Chef Arnold

Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Mabes Polri, Brigadir Jenderal Polisi, Kamil Razak, mengatakan, penangkapan terhadap enam pelaku dilakukan setelah mendapat laporan dari YS, seorang Dirut di salah satu rekanan perusahaan Bank Indonesia.
Guru Besar Unibraw: Setelah Prabowo Dilantik sebagai Presiden, Dia Milik Kita Bersama


"Kasusnya terjadi sekitar enam bulan lalu, tapi YS baru melaporkan pada 3 November 2014, dua hari kemudian kita tangkap para pelaku," kata Kamil, Senin, 24 November 2014.

Dia menjelaskan, kasus tersebut berawal dari keinginan YS untuk mendapatkan keuntungan suku bunga dari dana pensiunan itu. YS meminta bantuan kepada ALF, mantan anak buahnya di perusahaan tersebut. Merasa kekurangan tenaga, ALF menghubungi RK, adil ALF untuk bekerjasama.


"Dari situ kemudian RK kembali menghubungi temannya berinisial TK, sambil kembali meminta bantuan kepada RNLD dan FJR," katanya


Setelah semuanya dirasa bisa diajak kerja sama, lanjut Kamil, YS bertemu dengan RNLD dan FJR untuk menyampaikan keinginannya mendapat "laba" dari program simpanan dana pensiunan tersebut.


"Saat itu RNLD berjanji dana pensiun bisa didapatkannya dengan bunga deposito 11 persen di Bank Danamon dan Bank BRI. Kemudian YS lalu memperkenalkan stafnya FSL, lalu terjadi
deal
sehingga dana dikeluarkan," ujarnya.


Setelah terjadi kesepakatan, FJR mengajukan aplikasi deposito dan ditandatangani YS. Akan tetapi, yang ditandatangi itu sebenarnya bukan aplikasi deposito melainkan aplikasi giro.


"Dana Rp33 miliar yang berasal dari dana pensiun itu dimasukkan ke tabungan giro bukan deposito, di dua bank berbeda yakni Bank Danamon sebesar Rp18 miliar dan Bank Mandiri sebesar Rp15 miliar," kata Kamil.


Namun selang beberapa hari penyetoran uang ke masing-masing nomor rekening di dua bank, FJR menghubungi dua rekannya di dua bank tersebut, ini dilakukan untuk melakukan penarikan tanpa sepengetahuan YS.


"Kemudian dilakukan penarikan sebanyak dua kali dari masing-masing bank. Di Bank Danamon Rp8 miliar dan Rp10 miliar, dan Bank BRIĀ  Rp2 miliar, Rp3 miliar kemudian Rp10 miliar," ujar dia.


Setelah itu, kata Kamil, karena penarikan uang dilakukan dengan jumlah yang besar, masing-masing dari pihak bank mencoba melakukan konfirmasi kepada pemilik uang yakni YS.


"Tetapi, saat itu kontak telepon yang tertera pada berkas pencairan adalah nomor milik TK yang sengaja menyamar sebagai YS, ini dilakukan guna meyakinkan pihak bank agar dana bisa dicairkan," ujar Kamil.


Karena bank merasa percaya, akhirnya uang tersebut dicairkan. Penarikan uang itu dilakukan oleh RNLD dan FJR, mereka membagi tugas dengan melakukan penarikan di dua bank tersebut.


"HAsil dari kejahatannya itu, RK mendapatkan jatah 30 persen, sedangkan TK IQ, TK TLBN, RNLD, FJR, dan MSHR mendapatkan bagian total 70 persen," ujarnya.


Diketahui, MSHR yang bekerja sebagai pegawai bank BRI ini berperan melakukan pencatatan palsu di Bank teresebut. "Dari hasil ini rata-rata mereka menggunakan uangnya untuk kepentingan sendiri," ujar Kamil.


Selanjutnya, dari penangkapan para tersangka tersebut, penyidik juga berhasil menyita 1 unit mobil mewah Mercedez-Benz E200, 1 unit Honda Jazz, 1 unit Toyota Yaris dan dokumen perbankan terkait deposito dan cek Danamon dan BRI.


Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 49 UU No 7/1992 sebagaimana diubah dengan UU No 10/1998 atau Pasal 81 dan Pasal 85 UU No 3/2011 dan Pasal 3 atau Pasal 5 UU No 8/2010.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya