Hari Ini, Tahapan Pelantikan Ahok Menjadi Gubernur DKI Dimulai

Gubernur DKI Jakarta, Basuki Thahaja Purnama atau Ahok.
Sumber :
  • VIVAnews/Muhamad Solihin

Segini Kecepatan Xpander saat Tabrak Showroom di PIK 2 hingga Buat Porsche Ringsek
VIVAnews - Pelaksana Tugas (Plt.) Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dalam waktu dekat akan segera dilantik menjadi Gubernur definitif DKI Jakarta.

Anti Panik! Siapkan Dana Darurat Ini Agar Kebutuhan Mendesak Tak Ganggu Keuanganmu
Pada hari ini, Jumat 14 November 2014, DPRD DKI Jakarta akan melaksanakan rapat paripurna yang mengumumkan status Ahok, sapaan akrab Basuki, kini telah menjadi Gubernur.

Kisah Inspiratif: Pecandu Alkohol Menjadi Mualaf Tersentuh Perilaku Muslim di Bulan Ramadhan
Kemudian sebagai hasil dari rapat paripurna itu, DPRD DKI akan mengirimkan surat rekomendasi kepada Kementerian Dalam Negeri untuk ditindaklanjuti dalam bentuk penerbitan Surat Keputusan (SK) menteri yang menginstruksikan untuk dilakukannya rapat paripurna pelantikan Ahok.

"Jam 10.30 WIB, kuorum tidak kuorum, akan saya umumkan status Pak Ahok menjadi Gubernur," ujar Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi usai memimpin rapat pimpinan (rapim) yang membahas persiapan dimulainya tahapan pelantikan Ahok menjadi Gubernur, di Gedung DPRD DKI, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Kamis, 13 November 2014.

Jalan Terjal

Sebelumnya, Ahok melalui jalan yang cukup panjang untuk bisa menduduki kursi DKI-1. Usai mundurnya mantan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo pada tanggal 2 Oktober 2014, Ahok yang saat itu masih menjabat sebagai Wakil Gubernur, tidak segera menduduki jabatan sebagai seorang Gubernur, namun kembali menyandang status Pelaksana Tugas (Plt.) seperti saat Joko Widodo mengambil cuti dari jabatan Gubernur DKI pada masa kampanye Pilpres.

Banyak pihak yang berupaya menjegal langkah Ahok untuk menjadi Gubernur DKI. Salah satunya Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Mohammad Taufik. Taufik, yang berasal dari fraksi Partai Gerindra, partai yang ditinggalkan oleh Ahok, menyebut bahwa Ahok tidak bisa otomatis menjadi Gubernur.

Berdasarkan tafsirannya terhadap Perppu No. 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, menurut Taufik, Ahok seharusnya tetap berada di posisinya sebagai Wakil Gubernur.

"Pilgub itu alasnya Undang-Undang Nomor 29 tahun 2007," ujar Taufik di Gedung DPRD DKI Jakarta, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Senin, 27 Oktober 2014.

Karena berargumen bahwa dilantiknya Ahok menjadi Wakil Gubernur usai Pilgub DKI 2012 lalu berlandaskan Undang-Undang tentang Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta, maka Taufik beralasan pasal 203 dalam Perppu No. 1 Tahun 2014 tidak bisa berlaku.

Pasal 203 dalam Perppu itu mengatur, seorang Wakil Gubernur, otomatis menggantikan Gubernur yang meninggalkan jabatannya, hanya bila Gubernur itu dilantik berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bukan Undang-Undang Nomor 29 tahun 2007 tentang Pemprov DKI Jakarta.

Taufik justru bersikeras bahwa dalam urusan mengisi kekosongan jabatan Gubernur DKI, pemerintah harus mengacu kepada pasal 173 dan 174 dalam Perppu tersebut.

Kedua pasal tersebut, mengatur bahwa seorang wakil tidaklah bisa menggantikan jabatan seorang Gubernur yang berhalangan tetap. Jabatan Gubernur yang kosong, harus diisi melalui mekanisme pemilihan Gubernur baru yang dilakukan di DPRD.

Ahok menilai pernyataan Taufik tersebut hanyalah suatu bentuk akal-akalan agar Partai Gerindra, melalui mekanisme pemilihan Gubernur yang dilakukan di DPRD, bisa mencalonkan salah satu kadernya untuk menduduki jabatan Gubernur.

"Hebat Pak Taufik ini. Dia lagi mau cari celah hukum supaya Ahok ini tetap jadi Wakil Gubernur. Ini preseden hukum yang enggak baik. Harapannya dia, jadi nanti Gubernur saya itu Pak Taufik gitu lho," ujar Ahok, sapaan akrab Basuki, di Balai Kota DKI Jakarta, Jum'at, 24 Oktober 2014.

Taufik sendiri memang merupakan salah satu kader yang digadang-gadang akan diusulkan oleh Partai Gerindra untuk menjadi Gubernur mendampingi Ahok di Pemprov DKI.

Padahal Kementerian Dalam Negeri, melalui surat bernomor 121.32/4438/OTDA tertanggal 28 Oktober 2014 yang ditujukan kepada DPRD DKI, telah mengeluarkan tafsiran resminya terhadap Perppu No. 1 tahun 2014.

Kemendagri menukil pasal 203 ayat (1) dalam Perppu No. 1 tahun 2014, dan pasal 79 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagai dasar hukum untuk mempertegas bahwa Ahok harus segera diangkat menjadi Gubernur, dan DPRD harus segera melaksanakan rapat paripurna untuk melakukan pengangkatan itu.

"Diminta perhatian saudara untuk segera mengumumkan dalam rapat paripurna sekaligus mengusulkan pengesahan pengangkatan Wakil Gubernur DKI Jakarta menjadi Gubernur DKI Jakarta sisa masa jabatan tahun 2012 - 2017 kepada Bapak Presiden RI melalui Bapak Menteri Dalam Negeri," demikian isi poin ketiga dari surat yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri Djohermansyah Djohan dan mengatasnamakan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, seperti yang ditunjukkan oleh Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi kepada Ahok pada tanggal 29 Oktober 2014 lalu.

Bertindak sebagai seorang pelaksana konstitusi, Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi akhirnya memutuskan untuk segera melaksanakan instruksi yang tertuang di surat yang dikirimkan oleh Kemendagri itu.

Ia menyatakan bahwa selama ini dirinya sudah cukup bersabar dengan selalu mengakomodir dan mempertimbangkan suara-suara yang menolak dilakukannya pelantikan terhadap Ahok. Namun karena suara-suara penolakan itu dinilainya lama kelamaan hanya menjadi upaya penghambatan saja, Pras akhirnya mengabaikan suara-suara itu.

"Kita harus melihat yang lebih besar, kepentingan masyarakat Jakarta. Bila ada yang tidak setuju, silakan tempuh jalur hukum, silakan ke Mahkamah Konstitusi," ujar Pras.

Kini pelantikan Ahok menjadi Gubernur tinggal menghitung hari. Usai rapat paripurna ini, semua pihak harus kembali menunggu Kemendagri untuk mengeluarkan SK yang menginstruksikan dilakukannya pelantikan itu.

"DPRD akan bersurat kepada Kemendagri untuk menyampaikan hasil rapat paripurna, sehingga keputusan tanggal pelantikannya menunggu balasan surat dari Kemendagri," ujar Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Jhonny Simanjuntak saat dihubungi melalui sambungan telepon, Selasa, 11 November 2014.

Mendagri Tjahjo Kumolo, telah menjanjikan bahwa Kemendagri akan memuluskan langkah Ahok menjadi Gubernur, karena naiknya jabatan mantan Bupati Belitung Timur itu menjadi Gubernur DKI telah diatur dalam Perppu Nomor 1 tahun 2014, dan juga dipertegas oleh surat yang dikirimkan oleh Kemendagri kepada DPRD DKI.

"Ini tergantung political will dari Pak Ahok dan DPRD DKI. Kunci pelantikannya ada di kedua pihak itu. Baiknya Pak Ahok itu lebih cepat menjadi pejabat definitif," ujar Tjahjo di Gedung Kemendagri, Jakarta Pusat, Selasa, 4 November 2014.

Tak Masalah

Ahok sendiri, sebagai pihak yang selama ini jabatannya dipermasalahkan, tidak memusingkan rumitnya urusan mekanisme penggantian jabatan Gubernur DKI ini. Ia beralasan, jabatan Plt yang hari ini telah genap didudukinya selama 43 hari, tidak memiliki perbedaan yang terlalu berarti dengan jabatan seorang Gubernur.

"Cuma beda nama doang (Plt. dan Gubernur). Gajinya juga cuma beda sejuta doang sama Gubernur. Saya tetap bisa kerja. Fungsi dan kuasanya sama," ujar Ahok, Kamis, 23 Oktober 2014.

Mengenai jabatan Wakil Gubernur yang proses pengisiannya diprediksi akan kembali berliku karena lagi-lagi banyak pihak yang telah mengeluarkan tafsirannya yang berbeda terhadap Perppu Nomor 1 tahun 2014, Ahok kembali menyatakan bahwa hal itu sama sekali tidak akan sampai mengganggu kinerjanya.

"Saya punya 4 Deputi Gubernur," ucap Ahok.

Pemprov DKI Jakarta, sebagai sebuah pemerintahan daerah yang mengatur sebuah provinsi istimewa karena merupakan ibu kota negara, memang memiliki hak untuk memiliki 4 orang deputi yang bertugas untuk membantu pimpinan eksekutif dalam merumuskan kebijakan. Hal itu diatur secara khusus oleh Undang-Undang Nomor 29 tahun 2007.

Jabatan 4 deputi Gubernur yang saat ini dimiliki oleh Pemprov DKI adalah deputi Gubernur yang membawahi 4 kelompok bidang pembangunan utama, yakni bidang industri, perdagangan, dan transportasi, bidang pengendalian kependudukan dan pemukiman, bidang tata ruang dan lingkungan hidup, serta bidang budaya dan pariwisata.

Selain itu, Ahok juga telah melantik Sarwo Handayani, seorang PNS Pemprov DKI Jakarta yang sebelumnya menduduki jabatan sebagai Deputi Gubernur bidang tata ruang dan lingkungan hidup untuk menduduki jabatan sebagai seorang PNS non-struktural di Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP). Sarwo Handayani merupakan seorang PNS DKI yang sering kali disebut-sebut oleh Ahok sebagai seorang pejabat yang ideal untuk menjadi wakilnya saat ia telah menjabat menjadi seorang Gubernur.

Rotasi jabatan Yani, sapaan Sarwo Handayani menjadi pejabat TGUPP, diakui Ahok sebagai salah satu strateginya juga agar ia bisa tetap menunjuk Yani menjadi wakilnya, bila tafsiran resmi Kemendagri terhadap Perppu Nomor 1 tahun 2014 memungkinkan ia untuk memilih wakilnya sendiri.

"Bila kewenangan untuk memilih wakil ada di tangan saya, maka saya akan menunjuk Bu Yani untuk menjadi wakil saya. Kemudian bila terus terjadi kebingungan dalam menentukan Wakil Gubernur ini, kita akan berlakukan TGUPP ini menjadi berperan seperti Wagub. Jadi dengan begitu sama saja kan? Bu Yani tetap bisa bantu saya, hanya dia tidak menjabat sebagai Wakil Gubernur saja. Malah kita jadi ada 4 Deputi dan 1 TGUPP yang bisa bantu pemerintahan," ujar Ahok saat melakukan pelantikan pejabat TGUPP di Balairung Balai Kota DKI, Jum'at, 31 Oktober 2014.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya