Keterangan Orangtua Korban JIS Tak Layak

Pengamanan di Jakarta International School JIS Diperketat
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi
VIVAnews
Ambisi Tim Bulutangkis Indonesia Raih Juara Piala Thomas dan Uber 2024
- Kasus dugaan kekerasan seksual yang melibatkan lima petugas kebersihan Jakarta International School (JIS) sudah memasuki meja persidangan, dan segera menyusul kasus yang sama yang melibatkan dua guru JIS, Neil Bantleman dan Ferdinant Tjiong.

Khofifah: Alumni UNAIR Harus Tingkatkan Kualitas SDM untuk Bangun Indonesia

Pakar Hukum Pidana Chairul Huda menanggapi kasus itu. Menurut dia, alat bukti yang digunakan untuk menjerat Neil dan Ferdinant sangat lemah.
Timnas Indonesia U-23 Tak Gentar dengan Rekor Mengerikan Korea Selatan


Pertama, kesaksian korban yang masih anak-anak tidak bisa dijadikan sebagai alat bukti keterangan saksi. Berdasarkan pasal dalam Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), keterangan anak yang belum 15 tahun atau belum pernah kawin diperbolehkan tanpa dilakukan sumpah. Sementara alat bukti berasal dari keterangan saksi yang disampaikan di bawah sumpah.


"Anak-anak belum memberikan penjelasan dengan baik. Usia lima atau tujuh tahun masih sangat kecil untuk bersaksi," kata Chairul saat dihubungi
VIVAnews,
Jakarta, Kamis 30 Oktober 2014.


Hal itu dilontarkan lantaran keterangan anak sering kali berubah-ubah. Untuk mendapatkan keterangan yang valid guna dijadikan alat bukti, maka harus digunakan metode konfirmasi.


"Kepolisian dalam upaya mendapatkan keterangan korban tidak dapat dengan mengarahkan atau mengkonfirmasi. Karena itu seharusnya didampingi psikolog anak dari kedua belah pihak (korban dan tersangka)," kata Chairul.


Kedua keterangan orangtua korban MAK (6) dalam kasus dugaan kekerasan seksual dengan terdakwa lima petugas kebersihan JIS juga dinilai Chairul tidak kuat dijadikan alat bukti, karena landasan hukum yang tidak kuat.


"Keterangan orangtua korban kekerasan seksual tidak bernilai, karena dia tidak melihat atau mendengar sendiri kejadian itu," kata dia.


Dengan demikian, kata Choirul, polisi harus memiliki keahlian tinggi dalam menangani kasus JIS. Tuntutan harus dengan bukti yang kuat, namun tidak dengan mengarahkan supaya para tersangka mengakui perbuataannya dalam menyusun BAP.


Terpisah, Anggota Komisi Kejaksaan, Kamilov Sagala menegaskan bahwa proses penanganan kasus JIS sudah salah langkah sejak awal. Saat melakukan BAP, para pelaku kekerasan seksual pada korban MAK tidak didampingi kuasa hukum.


Hingga akhirnya yang terjadi salah satu tersangka meninggal saat masih penyidikan dan lima terdakwa dikabarkan mengalami penyiksaan.


"Kalau ada pengacara yang mendampingi saat itu, tidak mungkin akan muncul kejadian demikian. Maka, jaksa harus ekstra hati-hati menangani kasus ini karena fakta persidangan dan bukti-buktinya lemah," kata Kamilov.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya