Siapa Djarot Syaiful Hidayat, Cawagub Pilihan Ahok

Djarot Syaiful Hidayat
Sumber :
  • dpcpdiperjuangan-lamongan.com

VIVAnews – Nama Djarot Syaiful Hidayat kini sangat dikenal terutama di dunia maya. Tinggal ketik namanya, berbagai artikel tentang mantan Walikota Blitar dua periode ini akan muncul dari berbagai website, mulai blog pribadi hingga link dari berbagai media online nasional.

Mayat Bayi Ditemukan Terbungkus Kardus di Tanah Abang, Diduga Dibuang Sang Ayah.

Di antara begitu banyak artikel tak ada berita minus tentang anggota DPR RI yang kini banyak disebut sebagai calon kuat pendamping Ahok atau Basuki Tjahaja Purnama sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta yang baru. .

Kesan Serupa juga diungkapkan kawan Djarot di Blitar. Mantan anggota DPRD Provinsi Jawa Timur lahiran Gorontalo, 30 Oktober 1955, ini dikenal suka blusukan, bahkan jauh sebelum Joko Widodo, Presiden terpilih blusukan menjelang Pilpres 2014.

"Kalau sudah pakai Yamaha Scorpio merah dan pakai kaos oblong, dia bisa blusukan ke Blitar mana pun sendirian. Tidak pakai protokoler,” kata Abdul Aziz, pengusaha dan aktivis di Blitar, Kamis 16 Oktober 2014.

Punya Banyak Proyek Properti di Bandung Raya, APLN Pede Kuasai Pasar Jawa Barat

Kesan Djarot sebagai tokoh yang pro rakyat mengakar kuat di benak pengusaha yang kenal dengan Djarot saat gerakan reformasi menggulingkan Presiden Soeharto memuncak tahun 1998 lalu. Saat itu dia masih aktif di Lembaga Pengabdian Sumberdaya Pesantren (LPSP) Surabaya. “Dia salah satu anggota DPRD Jawa Timur yang mengadvokasi korban pemukulan aparat saat unjukrasa menurunkan Presiden  Soeharto,” katanya mengenang.

Dari perkenalan sekitar 15 tahun lebih itu Abdul Aziz mengenal Djarot sebagai sosok yang tidak berubah, tetap kreatif, pro rakyat dan orang yang berpegang pada aturan.

Begal di Depok Nekat Beraksi Siang Bolong demi Beli Sabu

Blusukan sejak 2000

Ketika Djarot menjabat sebagai Walikota Blitar periode 2000 hingga 2010. Selama 10 tahun memimpin Blitar ada banyak langkah berani yang berbeda dan inovatif  kala itu. Sejak pertama kali menjabat hingga satu dekade mobil dinas walikota tak pernah ganti hingga jabatannya usai. Tetap menggunakan mobil bekas pejabat sebelumnya. “Ya tetap Toyota Crown lama itu,” katanya.

Pertimbangannya adalah penghematan. Mobil yang masih layak tak perlu diganti hanya karena pejabatnya berubah. Menurut Djarot, kata Aziz, kalau mobil dinas walikota diganti pasti ketua DPRD, ketua fraksi, dan staf di balaikota semuanya minta ganti. "Walaupun sudah dianggarkan, itu pemborosan,” kata Aziz mengingat percakannya kala itu dengan Djarot.

Berbekal mobil Toyota Crown dan Yamaha Scorpio merah, Djarot mulai sering keliling mengenali Blitar. Maklum, Djarot itu dari kecil keluar daerah mengikuti orangtuanya yang seorang tentara mengabdi negara. Dia baru kembali ke Blitar setelah PDIP memintanya bertarung dalam kursi Walikota Blitar tahun 2000.

Aziz mengingat, blusukan Djarot kala itu bukan pencitraan lantaran tak ada media yang mengekornya setiap saat. Hasilnya Pemkot membuat kebijakan renovasi rumah tidak layak huni lewat dana hibah di setiap kelurahan dan desa. Sekarang dipastikan tidak ada rumah reyot di Blitar. "Sampai akhir jabatannya ada sekitar 2000 lebih rumah yang telah direnovasi,” ujarnya.

Saat itu menurut pengusaha pengadaan alat-alat berat ini, status Djarot baru saja melepas masa lajangnya. Pasangan suami-istri muda itu tidak memiliki aset tanah ataupun rumah pribadi selain rumah dinas yang disediakan Pemkot. Melihat kondisi itu, salah satu anak buah Djarot di Pemkot datang menghadap, menawarkan sebidang tanah gratis untuk diambil secara cuma-cuma bagi walikota baru. Tanah dengan ukuran hektare dengan letak yang strategis  itu, katanya tidak terdata di aset Pemkot dan bisa dimiliki 100 persen atas nama pribadi.

"Itu tanah gendom yang statusnya aman untuk Pak Djarot," katanya.

Tapi yang terjadi sebaliknya, dia meminta stafnya mendata semua aset pemerintah dan tanah gendom masuk dalam aset Pemkot. Jadilah tanah-tanah tak bertuan itu menjadi aset Pemkot.

Tidak berhenti di situ, selama menjabat Djarot gencar melakukan efisiensi di segala lini. Termasuk jabatan yang tidak strategis dan tidak bermanfaat dihilangkan dari susunan kabinet di Pemkot Blitar. Setidaknya lebih dari 100 posisi hilang saat Djarot menjabat.

Melenggang ke Senayan

Sepak terjangnya yang tegas, lurus dan anti korupsi juga membuat Djarot masuk dalam 10 kepala daerah terbaik tahun 2008 versi salah satu media massa Nasional. Bersanding dengan nama-nama walikota lain salah satunya, Wali Kota Solo yang kini jadi Presiden Terpilih pengganti Soesilo Bambang Yudhoyono, Joko Widodo.

Setelah masa kerjanya usai di Blitar, Djarot melanjutkan karir politiknya bersama PDIP. Tahun 2014 lalu dia pun terpilih sebagai DPR dari Daerah Pemilihan Tulungagung, Blitar, dan Malang. Saat itu Abdul Aziz terlibat dalam lingkaran dekat, pengagum dan juga tim sukses tanpa dibayar.

Menurutnya selama kampanye Djarot tak mau menggunakan politik uang untuk menyuap pemilih. Tak ada amplop berisi uang untuk mengambil simpati konstituten. "Dia bilang itu memalukan, jangan sampai jadi anggota dewan tapi karena amplop. Kalau suka yang silakan memilih kalau tidak suka ya jangan memilih," katanya.

Setelah terpilih, belum lama dilantik, namanya bersinar menempati posisi strategis di Ibu Kota. “Semalam (Rabu 15 Oktober) kami mengobrol, apa pun diobrolkan. Menurut saya beliau cocok jadi menteri, wakil gubernur atau anggota dewan, itu juga saya sampaikan,” lanjut Aziz.

Dia ingat, dalam percakapan itu dia menyampaikan banyak warga Blitar yang merasa kecewa jika Djarot harus beralih menjadi Wakil Gubernur DKI Jakarta. Warga Blitar khawatir tak ada yang mewakili suara mereka di parlemen sebagus Djarot, “Tapi saya yakinkan juga, mau di mana pun beliau pasti akan tetap pro rakyat. Beliau sudah saya anggap guru bagi saya,” katanya. (aba)

Baca juga:




Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya