Ini Adu Klaim Tanah di Waduk Ria Rio Pulomas

Normalisasi Waduk Ria Rio
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi
VIVAnews
Geger Penemuan Fosil Ular Lebihi Ukuran T-rex, Begini Bentuknya
- Pemerintah Provinsi DKI akan menata Waduk Ria Rio di kawasan Pedongkelan, Pulomas, Kelurahan Kayu Putih, Kecamatan Pulogadung, Jakarta Timur. Tapi rencana normalisasi itu masih terganjal relokasi warga dan sengketa tanah antara PT Pulomas Jaya dan keluarga mendiang Wakil Presiden RI ketiga, Adam Malik.

Jadwal SIM Keliling Jakarta, Bogor, Bekasi, Bandung Kamis 25 April 2024

Total luas lahan Waduk Ria Rio ada 26 hektare, termasuk lahan yang kini ditempati warga 7,1 hektare. Tanah yang sekarang didiami warga itu sebanyak 5 hektare milik PT Pulomas. Sementara 2,1 hektare masih jadi sengketa antara PT Pulomas dan keluarga besar Adam Malik.
Jangan Anggap Remeh, Ini 4 Tanda yang Menunjukkan Anda Alami Stres


Gunajaya Malik, salah satu cucu Adam Malik, mengatakan tanah 2,1 hektare di Pedongkelan itu awalnya dibeli oleh Adam Malik dari seorang Tiong Hoa yang bernama Nyo Seng Hoo pada 1961. Dari data yang dimiliki keluarga, Adam Malik membeli tanah dari Nyo Seng Hoo itu tidak hanya di Pedongkelan, Jakarta Timur. Ada juga di kawasan Kelapa Gading, dan Sunter, Jakarta Utara.

"Pak Adam ini membeli, ada kwitansinya jadi murni membeli. Tanah ini dibeli dari tetangga Pak Adam sendiri di Cideng. Kalau dulu namanya Jalan Balikpapan," kata Guna saat ditemui di Pedongkelan, Jakarta Timur, Kamis 5 September 2013.

Gunajaya mengungkapkan sekitar tahun 1968 Adam Malik mendaftarkan tanah di Pedongkelan itu ke notaris. Karena transaksi sejak tahun 1961 dan lebih dari 15 tahun maka dari notaris dicatatkan ke notaris protokol. Tapi, kata dia, anehnya data-data tentang kepemilikan surat itu ada di Pengadilan Bogor, Jawa Barat.

"Ini sudah terdaftar di notaris pada 1968. Setelah saya cek, karena sudah lebih dari 15 tahun kemudian diturun kan ke notaris protokol. Data-data itu tercatat di Pengadilan Bogor. Saya tidak tahu mengapa transaksinya di sana," katanya.

Menurut Guna, sejak dibeli pada 1961, tanah itu tidak pernah dimanfaatkan oleh pihak keluarga Adam malik. Keluarga juga tidak ada yang menempatinya sama sekali. Setelah dibeli, tanah itu memang dititipkan kepada warga sekitar bernama Matnoor supaya dijaga dan dikelola dengan baik. Karena Matnoor dirasa sudah terlalu tua kemudian diserahkan kepengurusannya kepada warga lainnya yaitu Abdul Gofur.


"Kalau 25 tahun terakhir ini dititpkan ke Pak Haji Gofur. Dulu sebenarnya dititipkan ke beberapa orang. Hanya saja yang masih sehat dan masih bisa berkomunikasi adalah Pak haji Gofur itu, 25 tahun terakhir aktif dengan beliau," ujar dia.


Karena pengelola lahan warga asli Pedongkelan, maka banyak warga yang menempati lahan milik Adam Malik itu. Sebenarnya, kata dia, semasa hidupnya Adam Malik dan istrinya Nelly Malik sudah tahu banyak warga yang menempati tanahnya di Pedongkelan. Mereka membiarkan saja karena belum dimanfaatkan secara komersil.


Warga yang ada di Pedongkelan sudah didata rapih oleh Haji Gofur. Sudah ada perjanjian tidak tertulis antara Haji Gofur yang dipilih jadi Ketua RW dengan warga setempat. Perjanjian tidak tertulisnya yakni apabila lahan mau digunakan oleh keluarga, warga di Pedongkelan itu harus mau pindah.


"Kalau keluarga tidak masalah selama datanya rapih di Haji Gofur. Ada pernyataan dari warga kalau mau digunakan oleh keluarga Adam Malik warga akan pergi. Tapi kami belum ada bahasan ke sana. Ini unik juga mengapa bisa banyak warga. Tapi bagaimana lagi kami belum ada uang untuk dibangun dijadikan apa. Belum terpikirkan untuk komersil," katanya.


Dia menjelaskan, sengketa dengan PT Pulomas Jaya terjadi karena lokasi tanahnya bersebelahan. Sebanyak 5 hektare milik Pulomas Jaya dan 2,1 hektare milik keluarga Adam Malik. Belakangan PT Pulomas mengklaim tanah 2,1 hektare tersebut adalah pemberian dari Gubernur DKI Jakarta, Tjokropranoto. Bukan hasil dari membeli. Kata dia, hal itulah yang menjadi persengketaan antara keluarga Adam Malik dan PT Pulomas di pengadilan.


Di pengadilan, PT Pulomas Jaya mengklaim bahwa Tanah di Pedongkelan itu diberikan kepada Yayasan Adam Malik untuk dijadikan rumah sakit. Tapi karena rumah sakit itu izinnya tidak keluar maka tanah itu berniat diambil oleh PT Pulomas Jaya dengan mengatasnamakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. "Yang jadi pokok perkara di pengadilan masalah klaim itu," katanya.


Kemudian, karena keluarga Adam Malik kalah terus di Pengadilan Negeri hingga Mahkamah Agung, maka pada 2004 Nelly Malik memilih untuk memiliki secara fisik dengan memasang papan nama bahwa tanah itu milik keluarga Adam Malik. Akibatnya PT Pulomas melaporkan kejadian itu kepada Polres Jakarta Timur.


"Kami dilaporkan secara pidana ke Polres Jakarta Timur tapi tidak ditemukan bukti. Dikeluarkanlah SP-3," tutur Gunajaya.


Soal tudingan menunggak pajak, dia juga membantah. Menurutnya sebelum sengketa itu terjadi, keluarga besar Adam Malik rutin bayar pajak. Namun setelah Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung ditolak maka objek pajaknya diganti yang asalnya Adam Malik jadi PT Pulomas.


Setelah Polres Jakarta Timur mengeluarkan surat penghentian penyidikan, Pulomas sebagai objek pajak dicoret juga. Dengan demikian status objek pajak di lahan 2,1 hektare yang menjadi sengketa itu menunggu putusan. Hingga kini belum ada objek pajaknya.


"Kami aktif membayar pajak, tapi setelah keluar keputusan pengadilan wajib pajaknya diganti oleh kantor Pajak di Pulogadung. Objek pajaknya diganti awalnya Adam Malik menjadi PT Pulomas Jaya. Karena gugatan kami ditolak objek pajaknya diganti," ucap dia.


Gunajaya menuturkan, saat ini keluarga Adam Malik tesebar di seluruh Jakarta. Tidak tinggal dalam satu daerah. Sedangkan anak Adam Malik yang belum meninggal ada dua orang, yakni anak pertama dan anak terakhir.


Versi PT Pulomas Jaya


Sekretaris Korporat PT Pulo Mas Jaya, Nastasya Yulius menyatakan lahan yang diklaim oleh ahli waris Adam Malik merupakan tanah Pemprov DKI dengan dasar kepemilikan Eigendom Verponding nomor 5243 yang telah dibebaskan. Termasuk tanah Hak Guna Bangun (HGB) nomor 2 beserta garapan-garapannya.


"Gugatan dan klaim ahli waris Adam Malik selalu berubah. Mulanya menggunakan alas hak Girik C 342, kemudian Eigendom 5725 dan Eigendom 11202, tetapi semuanya tidak dapat dibuktikan secara hukum," kata Inas --sapaan Nastasya Yulius.


Mulanya, kata dia, lahan yang diklaim milik keluarga Adam Malik merupakan bagian dari tanah negara berdasar Eigendom Verponding nomor 5243 seluas 141.800 meter persegi yang diperkuat surat Keputusan Menteri Pertanian/ Agraria nomor SK.II/3/KA/63. Termasuk sertifikat Hak Guna Bangunan nomor 2 di Kelurahan Kayu Putih beserta garapan-garapannya.


Pada 1980, di atas lahan seluas lahan itu rencananya akan dibangun Emergency Hospital dengan menunjuk Yayasan Mekarsari sebagai pengelola yang berhak memakai tanah pemda. Tetapi lima tahun kemudian, Yayasan Mekarsari tidak mampu membangun Emergency Hospital. Kemudian pengelolaan Emergency Hospital dialihkan kepada Yayasan Adam Malik, dengan ketentuan lahan tersebut tetap dimiliki Pemprov DKI.


"Tapi Yayasan Adam Malik pun tidak mampu membangun rumah sakit ini. Dengan demikian, Pemprov DKI mencabut izin pemakaian atas tanah dari Yayasan Adam Malik," katanya.


Selanjutnya Yayasan Adam Malik mengajukan permohonan kepada Pemprov DKI untuk menggunakan lahan sebagai penampungan besi tua. Lalu Yayasan Adam Malik, melalui Nelly Adam Malik menempuh upaya hukum untuk menguasai lahan melalui gugatan ke pengadilan dengan dasar kepemilikan Girik C.342 PS I Blok S.II.


"Tingkat Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung dimenangkan oleh Pemda DKI dalam hal ini, PT Pulo Mas Jaya. Putusan ini sudah memiliki kekuatan hukum tetap. Dengan demikian secara hukum PT Pulo Mas Jaya pemilik yang sah atas tanah tersebut," tutur Inas.


Sementara alas hukum lainnya yang dijadikan dasar klaim Keluarga Adam Malik, yakni Eigendom nomor 5725, juga telah jelas. Menurutnya, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kanwil DKI telah menyatakan, lokasi lahan Eigendom tersebut tidak berada di lokasi Waduk Ria-rio, melainkan di daerah Jakarta Utara.


Dia mengungkapkan surat penghentian penyidikan dari Polres Jakarta Timur yang dijadikan pegangan ahli waris Adam Malik juga tidak tepat. Sebab, sengketa lahan ini bukan masuk ranah pidana, tapi perdata. Dengan demikian PT Pulomas tetap melanjutkan menertibkan bangunan di atas lahan PT Pulo Mas Jaya yang berada di sisi timur Waduk Ria-rio.


"Kalau masalah SP3 bukanlah keputusan peradilan, dan alas hak kepemilikan lahan. Selain itu, tersangka (Nelly Adam Malik) yang kami adukan ke Polres Jakarta Timur telah meninggal dunia. Kami mempersilakan keluarga Adam Malik untuk menempuh jalur hukum jika tetap merasa memiliki lahan tersebut ," katanya.


Normalisasi waduk tetap berjalan


Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo, mengaku tidak akan ikut campur dalam masalah sengketa itu meski PT Pulomas Jaya merupakan anak perusahaan PT Jakarta Propertindo yang statusnya Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).


"Itu kan urusannya PT Pulomas, tanah itu milik PT Pulomas. Mereka selesaikan saja secara hukum," kata Jokowi.


Jokowi menuturkan, meski masih terganjal masalah sengketa tanah, penataan Waduk Ria Rio akan tetap berjalan. Tahap pertama yang dilakukan adalah pembersihan eceng gondok di area waduk saja.


Prosesnya akan dilakukan secara bertahap "Ini kan baru bersihkan waduknya. Baru proses awal. Sudah kelihatan airnya," ucap dia. (eh)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya