Jam Istiwak di Masjid Agung Solo, Apa Itu?

Jam istiwak di Masjid Agung Solo.
Sumber :
  • VIVAnews/Fajar Sodiq

VIVAnews – Masjid Agung Solo punya keunikan dibanding masjid lain. Masjid kuno yang merupakan bangunan cagar budaya ini mempunyai jam matahari atau jam istiwak di dalam kompleksnya. Jam ini berfungsi untuk menentukan waktu salat.

Jam istiwak yang berbentuk tugu mirip  buah catur itu berdiri tepat di kantor Tata Usaha Masjid Agung. Di atasnya ada lempengen kuningan setengah diameter dengan jarum besi berukuran sekitar 10 sentimeter. Dalam lempengan itu ada garis-garis layaknya sebuah grafis dengan angka 1 hingga 12.

“Jam istiwak ini untuk menentukan waktu ibadah salat Zuhur dan Asar. Dulu menjelang waktu salat, ada petugas yang mencermati jam istiwak. Lantas di bagian serambi masjid ada seorang abdi dalem yang bersiap-siap untuk menabuh beduk. Ketika penjaga jam istiwak memberi kode sudah jamnya salat, maka beduk ditabuh dan menjadi pertanda bagi umat muslim zaman itu (Kerajaan Mataram Islam) untuk salat,” kata Juru Pelihara Masjid Agung, Mustakim, kepada VIVAnews, Selasa 16 Juli 2013.

Cara kerja jam istiwak sangat sederhana, yaitu berpatokan pada pantulan matahari. Guna melihat bayangan yang jatuh di permukaan kuningan tersebut, jarum besi dilekatkan tepat di tengah sejulur besi yang menghubungkan kedua sisi permukaan kuningan.

Khawatir Ada Aksi saat Putusan Sengketa Pilpres, TKN Siapkan Satgas Khusus

Saat matahari jatuh pada permukaan tersebut, maka bayangan jarum yang menghadap sisi selatan dan utara akan menunjuk pada salah satu angka yang tertera pada kuningan, dari 1 sampai 12.

“Angka yang berderet di sisi barat permukaan cekungan adalah 12 hingga 6. Sementara angka 1 sampai 6 berderet di sisi timur cekungan. Maka misalkan jam 12 waktu salat Zuhur, bayangan jarum jam jatuh tepat di angka 12 yang terdapat di tengah,” ujar Mustakim.

Meski penerapan ilmu falak pada jam ini cukup sederhana, namun akurasi jam matahari itu bisa diandalkan dan tidak mungkin meleset. Jika dibandingkan dengan jadwal salat abadi, selisihnya dua menit ke belakang.

Lantaran hanya mengandalkan pantulan sinar matahari, maka jam ini hanya bisa menentukan waktu salat Zuhur dan Asaar.  “Jam ini beberapa tahun lalu masih dipergunakan meski sudah ada jam salat abadi. Tapi kini tak dipergunakan lagi karena abdi dalem keraton yang bisa mengoperasionalkan sudah meninggal,” kata Mustakim.

Keberadaan jam istiwak kerap dikaitkan dengan pendirian Masjid Agung pada tahun 1763 Masehi. Jika dilihat dari aksara Jawa yang terletak di bagian bawah jam istiwak, tertera angka 1786. Bisa jadi ini merupakan tahun dibangunnya jam istiwak. Artinya, jam ini dibuat usai pembangunan masjid rampung.

Mustakim mengatakan, sesungguhnya Masjid Agung Solo memiliki tiga buah jam matahari – dua berbentuk tugu, satu portabel. Sayangnya ada bagian dari jam matahari portable itu yang hilang sehingga jam itu tidak bisa dimanfaatkan.

Meski sudah tidak dimanfaatkan untuk menentukan waktu salat, jam istiwak tetap menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung Masjid Agung Solo. Paling tidak, bangunan ini berdiri sebagai tugu penting yang mewarnai perkembangan Islam pada Kerajaan Mataram Islam (sekarang lebih dikenal sebagai Keraton Kasunanan Surakarta). (sj)

Situasi bangunan Pasar Kutabumi telah dibongkar

Pembongkaran Pasar Kutabumi Diwarnai Kerusuhan, Sejumlah Orang Mengalami Luka-luka

Pembongkaran Pasar Kutabumi, Kecamatan Pasar Kemis, Kabupaten Tangerang, kembali diwarnai kerusuhan, Jumat, 19 April 2024.

img_title
VIVA.co.id
19 April 2024