Rok Mini dan Keamanan Warga Perempuan

Seorang supir angkot memperbaiki kendaraannya di Terminal Kampung Melayu
Sumber :
  • VIVAnews/Tri Saputro

VIVAnews - Sejumlah perempuan memprotes pernyataan Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo karena menuding rok mini sebagai salah satu penyebab maraknya kasus pemerkosaan di sejumlah angkot di Ibukota.

Sebagian Daerah Hapus Pajak Progresif dan Bea Balik Nama, Ini Daftarnya

Sekitar 50 orang perempuan itu membentang poster dan spanduk dalam aksi yang digelar di Bunderan Hotel Indonesia, Jakarta Pusat, Minggu 18 September 2011. Sekitar sepuluh perempuan terlihat mengenakan rok mini sebagai bentuk aksi protes terhadap pernyataan Fauzi Bowo, atau biasa disapa Foke. Sisanya memakai rok biasa dan celana panjang.

Salah satu spanduk dan poster yang dibentangkan antara lain bertuliskan, "Jangan Salahkan Baju Kami", "Hukum si Pemerkosa", "Perkosaan = Kejahatan".

Siap Tanding ! Bank Mandiri Resmi Umumkan Tim Proliga 2024 Putri, Jakarta Livin' Mandiri (JLM)

Seorang pengunjuk rasa, Dhyta Caturani menyatakan, perkosaan bisa terjadi pada siapa saja, termasuk perempuan yang mengenakan jilbab, pakaian resmi atau daster. “Persoalannya bukan di pakaian, tapi di mental orangnya,” kata Dhyta.

Protes itu dilakukan oleh para perempuan yang menilai ucapan Foke tak patut. "Dia itu gubernur. Pernyataan seorang pejabat itu mencerminkan kebijakannya," kata Anggota Perkumpulan Pembela Hak Perempuan, Jumi Rahayu, dalam perbincangan dengan VIVAnews.com di Jakarta, Minggu 18 September 2011.

Jumi menilai, pernyataan Foke terkesan menyalahkan kaum perempuan dalam peristiwa perkosaan. Seharusnya, lanjut Jumi, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memperketat pengawasan atas perusahaan yang tak memberi fasilitas bagi karyawati pulang malam. "Itu adalah hak karyawan, tapi hanya sedikit perusahaan memperhatikannya," Jumi menambahkan.

Produser film, Nia Dinata, yang tampak dalam aksi demonstrasi itu mengatakan pejabat publik yang menyalahkan cara berpakaian wanita bisa dinilai sebagai praktik pilih kasih.  "Jadi, seolah-olah wanita yang punya kriteria tertentu saja yang patut dibela," ujar Nia. "Namanya korban pemerkosaan harus kita bela dan si pemerkosanya dihukum sampai tuntas."

Kalangan perempuan memang pantas gerah dengan pernyataan Foke yang mengklaim sebagai 'Ahli-nya Jakarta' ini. Dalam sebuah kesempatan, Foke mengatakan penumpang perempuan yang memakai rok mini ketika di dalam Angkot, tak jarang membuat 'gerah' penumpang angkutan umum yang lain.

Kiprah Ninja Xpress Jadi 'Teman' UMKM Bantu Naik Kelas

"Kalau orang naik motor pakai celana pendek, ketat lagi, Bayangin aja, itu yang ikut di belakangnya bisa goyang-goyang," kata Fauzi Bowo di Balaikota DKI Jakarta, Jumat, 16 September 2011.

Merasa pernyataannya rawan penafsiran, keesokan harinya, Foke pun langsung meminta maaf. Sang Gubernur mengaku tidak bermaksud melecehkan kaum perempuan dan justru mengutuk aksi pemerkosaan tersebut.

Perkumpulan Pembela Hak Perempuan mengatakan pernyataan maaf Foke tidaklah cukup. Bagi mereka, permintaan maaf seharusnya dilandasi kesadaran yang diikuti tindakan nyata melindungi hak kaum perempuan. Salah satunya adalah penyediaan fasilitas publik yang aman bagi perempuan.

Jakarta rawan

Catatan Polri memperlihatkan kasus pemerkosaan di wilayah Ibukota memang cukup banyak. Hingga September 2011 saja, kasus pemerkosaan di wilayah Jakarta ada 40 kasus. Dari jumlah itu, sebanyak tiga kasus terjadi di dalam angkutan umum.

Data itu menunjukkan angkutan umum di Ibukota jauh dari rasa aman dan nyaman bagi warga perempuan yang terpaksa harus menggunakan angkutan umum.

Kriminolog dari Universitas Indonesia (UI) Andrianus Meliala menilai, kondisi angkutan umum di Jakarta hingga saat ini tak bersahabat bagi perempuan, khususnya yang bekerja hingga larut malam. "Mereka (wanita) juga punya jasa untuk menggerakkan ekonomi meski dekat dengan bahaya. Tapi kota ini tidak pernah tidur, dan Pemda ikut menikmati pendapatan pajak dari tempat hiburan," kata Adrianus kepada VIVAnews.com.

Dia menilai, meski penambahan jam operasional bus Transjakarta dari pukul 10.00 menjadi pukul 11.00 malam adalah kemajuan, tapi langkah itu belum cukup untuk mengimbangi aktivitas kota Jakarta yang tidak pernah lelap.

Data Komisi Kepolisian Indonesia menunjukkan jumlah kendaraan bermotor di luar milik TNI/Polri yang beredar di Jakarta hingga Juni 2009 mencapai 9.993.867 unit. Kendaraan itu terdiri dari mobil penumpang, mobil barang, mobil bus, sepeda motor, dan kendaraan khusus.

Sayangnya data tersebut tidak menampilkan jumlah angkutan umum yang beroperasi di wilayah Ibukota. Sementara untuk kendaraan jenis bus, tercatat ada 147.224 unit bus, 161.603 microbus, dan 96 unit bus bertingkat.

Namun, jika kendaraan Angkot dimasukan kategori mobil penumpang model minibus, maka kendaraan jenis ini hingga pertengahan 2009 telah menembus angka 1.009.990 unit.  Sementara untuk jumlah penduduk DKI, tercatat wilayah Ibukota sudah dipenuhi 8.513.385 orang hingga Maret 2009.

Melihat aksi pemerkosaan di dalam angkot terus berulang, Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Untung S. Rajab meminta semua pemilik angkot tak menyerahkan pengoperasian armadanya kepada “sopir tembak”. Untung mengancam akan memberikan sanksi kepada pemilik angkot yang membandel.

"Perilaku sopir di angkutan memang di luar tanggung jawab pemilik angkot. Tapi, kalau dia menyerahkannya kepada yang tidak berhak, kemudian sampai tabrakan, bahkan korban meninggal, pemilik angkot bisa dihukum karena tidak sah menyerahkannya kepada orang lain," kata mantan Kapolda Jawa Timur itu.

Pemilik angkot juga dilarang memasang kaca film dengan tingkat kegelapan 60 persen. Pemasangan kaca gelap seperti itu, kata Untung Rajab, adalah pelanggaran. "Polisi akan menertibkan dengan cara persuasi. Tapi, kalau ada yang melawan atau melanggar aturan akan ditindak," dia menegaskan.

Apapun upaya pencegahan, ataupun penyebab munculnya kejahatan seksual di dalam angkutan umum, bagi Nia Dinata aparat harus membela perempuan sebagai korban pemerkosaan, dan si pemerkosa dihukum sampai tuntas.

Sementara soal rok mini yang dituding penyebab munculnya aksi perkosaan di angkot, Nia menyatakan perempuan Indonesia harus dibebaskan memakai apa saja yang dia mau. "Mereka bebas berpakaian sesuai karakter pribadinya," kata dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya